BERITA HARIAN |
Sarasehan Uji Sahih Pokok-Pokok Pikiran Golkar tentang GBHN 1998 yang berlangsung sejak 13 Juni lalu di Hotel Emerald Garden Medan, berakhir tadi malam (15/6) dengan melahirkan empat butir kesimpulan. Hasil sarasehan yang menghadirkan sejumlah pakar dan kalangan akademisi selama tiga hari itu, kelak oleh Golkar akan dijadikan sebgai bahan masukan dalam menyusun GBHN mendatang.
Keempat pokok-pokok pikiran Golkar tersebut adalah: Pertama, kebijaksanaan ekonomi makro yang akan mengalami pendalaman dalam landasan fundamentalnya. Kedua, kebijaksanaan pembangunan berimbang yang menjurus ke arah kebijaksanaan pembangunan berorientasi global. Ketiga, kebijaksanaan kependudukan yang berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Keempat, kebijaksanaan politik menjurus ke arah yang lebih terbuka.
Dalam pidato penutupan sarasehan, Ketua DPP Golkar yang juga menjadi Koordinator Wilayah (Korwil) I Sumatera Utara Abdul Gafur mengatakan, pokok-pokok pikiran Golkar tersebut memuat pikiran konsepsional dari hasil kajian yang mendalam terhadap situasi dan telaah strategis terhadap kecenderungan masa depan. "Semoga hal ini menjadi semacam acuan operasional untuk menghadapi segala bentuk persoalan, yang kesemuanya itu merupakan cerminan Golkar dalam melihat persoalan bangsa dan negara," katanya.
Dikatakan oleh Bung Gafur, pokok-pokok pikiran Golkar tersebut memang belum sempurna. Hal itu, katanya, terbukti selama berlangsungnya sarasehan tersebut, Golkar banyak mendapat masukan, saran-saran bahkan kritikan. Dan oleh Golkar, masukan, saran dan kritikan tersebut tetap diterima dengan tangan terbuka. "Golkar beranggapan, pikiran orang banyak lebih dari pikiran sekelompok orang maupun seseorang," ujar Bung Gafur.
Sebelumnya, Minggu (15/6), dalam sesi sarasehan yang membahas "Paradigma Pembangunan Indonesia Memasuki Abad ke-21 Pembangunan Lima Tahun Ketujuh", Prof. Dr. Emil Salim menyampaikan berbagai tanggapannya mengenai pokok-pokok pikiran Golkar tentang GBHN tersebut. Menurut Emil Salim, keberhasilan pembangunan yang ada sekarang ini bukanlah jaminan pembangunan itu akan berkelanjutan. Sementara menyoroti pola kemitraan dalam upaya menghapus kesenjangan, menurut Emil, hendaknya jangan bersifat sumbangan, tetapi menjadi kewajiban pengusaha besar.
Hal senada dikemukakan Direktur Econit Advisory Group Dr. Rizal Ramli yang mengungkapkan, setidaknya ada lima tantangan ekonomi pada Repelita mendatang. Kelima tantangan bersifat jangka pendek dan panjang itu adalah: Pertama, masalah beban hutang luar negeri. Kedua, efisiensi dan daya saing. Ketiga, kesenjangan relatif. Keempat, kesenjangan regional. Kelima, kesenjangan antaretnis.
Sementaara itu saat tampil sebagai pembicara dalam sesi "Visi dan Strategi Pembaangunan Nasional Tahun 2018", Deputi Ketua Bappenas Dr. Rahardi Ramelan mengatakan, kemiskinan dan kesejanngan sosial merupakan prioritas pembangunan pada beberapa pelita mendatang. Sebab, kedua persoalan itu bukan sekadar masalah sosial yang berimplikaasi terhadap kehidupan ekonomi dan politik, tetapi juga merupakan amanat konstitusi. "Pemberantasan kemiskinan itu merupakan amanat konstitsui," katanya. Rahardi yang pada sesi itu tampil bersama Cristianto Wibisono dan Prof. Dr. H. Ammrin Fauzi mengatakan, untuk menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan sosial itu perlu dikembangkan upaya pemberdayaan perekenomian rakyat melalui peningkatan peran koperasi, pembinaan pengusaha kecil, tradisional dan informal serta pengembangan usaha menengah dan usaha besar secara sejajar. Untuk mendukung itu harus dikembangkan perundang-undangan yang menyentuh kehidupan ekonomi rakyat, misalnya perlindungan hukum, mekanisme ekonomi pasar, hak atas pemilikan tanah dan lain-lain. "Koperasi yang merupakan wadah kegiatan ekonomi rakyat adalah sokoguru perekonomian nasional, sehingga untuk memberdayakan perlu upaya-upaya khusus berupa perlindungan dan pemihakan pemerintah," tandasnya.
Kembali ke Berita Harian