BERITA HARIAN


Uji Sahih GBHN di Ujungpandang: Konglomerat Jangan Merasa Tersudut dengan "Ekonomi Rakyat"

Para Konglomerat tidak perlu merasa tersudut dengan adanya istilah ekonomi rakyat, karena justru pengertian ini ada atau diakui kehadirannya dengan adanya perusahaan-perusahaan besar. "Dalam paradigma pembangunan ekonomi Repelita VI, pengertian ekonomi kekeluargaan dan kerakyatan tidak dilawankan dengan pengertian ekonomi konglomerat," kata Guru besar UGM Prof. Dr. Mubyarto, yang berbicara pada Sesi IV Sarasehan Pokok-Pokok Pikiran Golkar tentang GBHN 1998 di Ujungpandang, Jumat (20/6). Sarasehan yang berlangsung sejak 18 Juni, ditutup Jumat malam oleh Ketua DPP Golkar Waskito Reksosoedirdjo.

Menurut Pak Muby, demikian panggilan akrab Prof. Mubyarto, visi kita menghadapi Repelita VII cukup jelas, yaitu globalisasi, tetapi dengan bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat. Ini tidak berarti meremehkan kekuatan ekonomi para pengusaha besar yang sudah "menjagat" dan dapat diandalkan. "Namun kedua kekuatan ekonomi nasional ini tidak mungkin berjalan sendiri-sendiri, lebih-lebih bersaing dan saling mematikan," ujarnya.

Sarasehan dihadiri oleh Ketua DPP Golkar Ny. Siti Hardiyanti Rukmana dan diikuti 200 peserta dari wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Selain Mubyarto, sarasehan kemarin juga menampilkan para pakar ekonomi, yakni Prof. Dr. Lucky Sondakh dan Prof. Dawam Rahardjo.

Mubyarto menjelaskan, paradigma pembangunan nasional dewasa ini sudah makin beroerientasi pada upaya penanggulangan kemiskinan dengan sasaran penyelesaian masalahnya dalam 10 tahun. Kondisi kita sekarang ini merupakan momentum yang tepat untuk menyadarkan betapa kunci ketahanan ekonomi nasional sebenarnya tidak terletak di tangan konglomerat yang selalu dianggap sebagai contoh usaha-usaha yang efisien dan profesional, yang bisa diandalkan dalam era persaingan global yang semakin ketat. Kekuatan ekonomi nasional justru terletak pada keandalan ekonomi rakyat, yang dalam sejarah di masa penjajahan atau pada 25 tahun pertama kemerdekaan telah membuktikan hal itu.

"Ekonomi rakyat adalah sokoguru perekonomian nasional. Pengembangan ekonomi rakyat dengan cara semakin memberdayakannya tidaklah sekadar merupakan kebijaksanaan karitatif yang akan mengganggu upaya peningkatan efisiensi ekonomi nasional, tetapi diyakini justru akan mendukung upaya-upaya tersebut, "jelasnya.

Sementara itu., pada sesi sebelumnya yang menghadirkan pembicara Mentan Prof. Dr. Sjarifudin Baharsjah, Prof. Dr. Yopie Paruntu dan Prof. A. Ponulele, sarasehan antara lain menyimpulkan, pembangunan pertanian dalam Repelita VII yang berintikan agroindustri dan agribisnis tetap sebagai kelanjutan, peningkatan, perluasan dan pembaharuan dari pembangunan sebelumnya. Untuk membangun agroindustri dan agrobisnis diperlukan dukungan reformasi kelembagaan yang mampu menciptakan iklim yang dapat memacu pertumbuhan, meningkatkan pendapatan petani dan daya saing.

Pertumbuhan sektor pertanian masih akan dihadapkan pada tugas nasional untuk mempertahankan swasembada pangan, menyerap tenaga kerja dan menyokong peningkatan PDB nasional, sementara di pihak lain disadari bahwa nilai tukar produk pertanian dibandingkan dengan produk lainnya semakin turun, semakin meningkatnya pengalihan lahan subur, terbatasnya lahan dan semakin kurang menariknya sektor perttanian bagi tenaga muda. Mengingat pertanian yang meliputi agroindustri dan agrobisnis akan memberi keuntungan bagi sebagian besar rakyat dan mempercepat pemerataan pembangunan, maka sudah saatnya ada ketegasan dalam bentuk komitmen nasional untuk mengembangkan dan mengimplementasikan strategi nasional pengembangan agroindustri dan agrobisnis.



Kembali ke Berita Harian