Pasca libur Lebaran, kota-kota besar di negeri ini, terutama Jakarta, kembali dibanjiri para pendatang baru. Sebuah lagu lama terkait penanganan urbanisasi yang tidak pernah tuntas pun membahana. Continue reading
Spekulasi Reshuffle Kabinet
Presiden SBY jangan membiarkan spekulasi reshuffle kabinet terus berkembang, karena spekulasi itu akan merusak kinerja para menteri. Sudah waktunya bagi presiden memastikan ada-tidaknya reshuffle kabinet itu. Continue reading
Masalah Dana Partai politik
Dalam sebuah acara televisi beberapa pekan lalu, saya menyampaikan sejumlah hal berkaitan dengan dana partai politik. Sinisme dan kritik publik begitu kuat menyangkut pendanaan partai politik. Continue reading
DPR Desak Pemerintah Segera Isi Pos Dubes RI di Malaysia
JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya mendesak pemerintah lewat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk segera mengisi kursi duta besar (dubes) RI di Malaysia.
Rapimnas Kadin dan Solusi Infrastruktur
Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Karena itu, sungguh tugas besar dan mulia bagi wakil rakyat untuk berjuang merealisasikan amanat mereka. Dan, Komisi V DPR terus berkomitmen agar pemerintah lebih serius merealisasikan program pembangunan, terutama bidang infrastruktur.
Perlu diketahui, kondisi infrastruktur yang buruk menjadi salah satu pemicu keengganan para penanam modal masuk ke Indonesia. Selain itu, juga menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan mempercepat pembangunan infrastruktur.
Dalam hal ini, pembangunan enam koridor perekonomian diharapkan mampu mengatasi berbagai kendala roda pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah di Tanah Air. Untuk itu, diperlukan kebijakan politik infrastruktur yang kuat dan berani dari pemerintah, khususnya dalam tahap implementasi di lapangan dan pemenuhan sumber pendanaan yang mencukupi.
Program yang ada sudah bagus, termasuk pembagian enam koridor ekonomi mulai dari ujung Sumatera hingga Papua. Tetapi, selama ini program pembangunan masih terkendala masalah pelaksanaan dan pendanaan. Untuk itu, anggaran pembangunan infrastruktur perlu diperbesar dari sekitar 2% menjadi minimal 5% dari produk domestik bruto (PDB). Ini apabila kita ingin mencapai pertumbuhan hingga 7%, serta mengejar ketertinggalan di bidang infrastruktur.
Selain itu, untuk pendanaan yang bersumber dari berbagai badan usaha milik negara (BUMN) dalam program percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional, diperlukan kebijakan khusus. Sebab, dengan menempatkan BUMN sebagai pelopor pembangunan enam koridor perekonomian, perlu pengaturan yang tepat. Dalam hal ini tetap memberikan keleluasaan pada BUMN untuk terus menjalankan ekspansi bisnisnya tanpa harus terbebani lebih besar, termasuk mengkaji besaran dividen yang dibebankan kepada BUMN selama ini.
Dalam rangka mendorong pembangunan koridor ekonomi ini, peranan BUMN diharapkan bisa optimal. Namun, di sisi lain, perlu ada upaya lain agar ekspansi bisnisnya tetap berkembang. Mungkin perlu dikaji agar dividen tidak terlalu besar. Jadi, pelaksanaan program ini bisa sejalan dengan pengembangan ekspansi bisnis mereka.
Dalam pemenuhan pembiayaan yang bersumber dari negara, pemerintah bisa menaikkan pungutan pajak (tax ratio) karena masih dimungkinkan. Apalagi, tax ratio Indonesia masih terendah jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya. Pemerintah juga bisa meningkatkan defisit anggaran dari 1,7% menjadi 2,1%.
Penyediaan infrastruktur, seperti jalan, kereta api, dan pelabuhan, selama ini masih berharap dari pihak swasta. Akibatnya, pelaksanaan program tidak sesuai target waktu yang ditetapkan. Ke depan, kita berharap multiplier effect dari pembangunan koridor ekonomi yang merata di seluruh wilayah Kepulauan Nusantara ini bisa mendongkrak perekonomian masyarakat luas.
Pembangunan infrastruktur (terutama infrastruktur ekonomi dan perdagangan) jangan hanya dilakukan terhadap daerah-daerah yang telah ramai penduduknya. Namun, juga perlu dibangun di kawasan-kawasan khusus, terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar, dan sejenisnya. Dengan demikian, bisa menekan angka urbanisasi masyarakat setempat ke kota lain dan memperkukuh NKRI.
Seiring dengan ini, kita perlu menyambut baik agenda Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia di Makassar, 1-3 April. Rapim itu dapat dipastikan akan memberikan rekomendasi penting terkait persoalan infrastruktur. Rapimnas yang mengusung tema “Realisasi Pembangunan Infrastruktur dan Konektivitas untuk Akselerasi Ekonomi Daerah Memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN” itu diharapkan bisa menghasilkan beragam solusi yang lebih spesifik, konkret, dan komprehensif.
Libya, Bagaimana Akhirnya?
Apa pun alasannya, pengeboman kota Tripoli dan kota-kota lain di Libya oleh pasukan koalisi tidak dapat dibenarkan, bahkan harus dikecam keras. Aksi pasukan koalisi itu bukan saja merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan negara merdeka, tetapi juga pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) karena telah menewaskan warga sipil Libya.
Padahal serangan pasukan koalisi yang terdiri dari Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) itu dengan dalih melaksanakan mandat PBB untuk menjamin terlaksananya zona larangan terbang dan melindungi warga sipil Libia. Namun, alih-alih melindungi, yang terjadi justru makin banyak warga Libia menjadi korban.
Karena itu, pengeboman oleh pasukan koalisi harus segera dihentikan. Dewan Keamanan PBB harus mendesak negara-negara koalisi agar menghentikan aksi mereka. Jangan biarkan negara-negara kuat menghakimi dan seenaknya melakukan tindakan sepihak terhadap negara yang lebih kecil dengan alasan untuk mengatasi gejolak dan melindungi warga sipil.
Indonesia yang menjalin hubungan baik dan bersahabat dengan Libya, negara-negara Arab, dan Afrika, serta juga mempunyai hubungan baik dengan negara AS, Inggris, Prancis, dan negara-negara Eropa, harus mengambil prakarsa cepat untuk menghentikan serangan pasukan koalisi dan tidak digantikan oleh pasukan NATO.
Pada saat yang sama, Indonesia perlu mendesak agar pemerintahan Moamar Khadafy dan pihak oposisi Libya yang sudah bersenjata segera melakukan gencatan senjata dan berdialog serta berunding, mengupayakan penyelesaian secara damai atas krisis Libya. Kalau diperlukan dan dikehendaki oleh kedua pihak, dapat diundang mediator dari Liga Arab, OKI, dan GNB (Gerakan Non-Blok).
Kalau yang dipertaruhkan adalah eksistensi dan peradaban Libya, rasanya rakyat Libya, baik oposisi maupun Khadafy, harus memilih duduk berdialog dan berunding mencari solusi secara damai. Sudah tentu sangat mungkin dalam dialog itu, oposisi mendesakkan agar Khadafy mundur sebagaimana diekspresikan lewat aksi demonstrasi damai oleh rakyat Libia hampir dua bulan terakhir ini. Khadafy harus menghadapi kenyataan itu dan merespons secara positif. Barangkali melalui dialog, rakyat Libya dan Khadafy dapat menemukan save exit yang mulus bagi Khadafy, tanpa kekerasan dan darah.
Apabila dalam waktu singkat ini upaya dialog tidak dikehendaki oleh pemerintahan Khadafy, dan malah Khadafy berkeras menindas dan membunuh rakyatnya dengan risiko perang saudara yang berkepanjangan, maka masyarakat internasional harus menunjukkan tanggung jawabnya dengan intervensi militer. Ini untuk memaksakan gencatan senjata dan mengadakan perdamaian, yang dalam istilah PBB disebut sebagai peace-making mission.
Dan, itu dapat dilakukan oleh PBB karena diatur dalam Piagam PBB, yaitu apabila dalam satu negara terjadi pembunuhan massal (genocide), atau konflik bersenjata berkepanjangan yang mengancam hidup dan kehidupan rakyatnya. Dalam situasi seperti ini, jangan biarkan negara-negara lain mengambil tindakan sepihak seperti yang terjadi dalam serangan pasukan koalisi. Dewan Keamanan PBB-lah yang harus segera bersidang dan membentuk pasukan PBB dan masuk Libia untuk melaksanakan operasi perdamaian.
Untuk merekrut pasukan PBB seperti itu juga sudah ada standarnya. Biasanya kontributor personel pasukan direkrut dari negara kawasan (Arab, Afrika Utara), dan Eropa. Bukan negara besar, agar terhindar dari sentimen kesemena-menaan penindasan dari negara kuat, serta terjamin bebas dari kepentingan minyak, misalnya, seperti yang banyak diduga belakangan ini.
Semoga yang terbaik bagi rakyat dan negara Libya-lah yang akhirnya dalam waktu tidak terlalu lama menjadi kenyataan.
Memperkuat Pelayanan Sosial di Pedesaan
Lebih dari separuh penduduk pedesaan yang tinggal sebagai masyarakat tradisional telah pindah ke kota-kota menjadi penduduk urban. Separuh di antaranya sudah berubah dari penduduk desa yang tradisional menjadi penduduk urban karena daerahnya secara administratif berubah menjadi daerah perkotaan. Atau di antara mereka terdorong sengaja pindah ke kota intuk memperbaiki nasib yang lebih baik ke depan.
Sisanya adalah orang-orang tua yang tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonominya sangat rendah. Mereka menunggu sisa-sisa sawah ladang yang ditinggalkan oleh petani-petani muda berotot yang berubah profesi mengadu nasib ke kota-kota. Merekalah yang melanjutkan hidup dari sawah dan ladangnya. Tetapi, masih ada sebagian lain, karena minimnya pilihan, bekerja sebagai buruh tani dengan sistem pertanian tradisional dan tidak maju-maju.
Cerminan perubahan tersebut turut berpengaruh terhadap sistem pendidikan di pedesaan. Anak-anak dari keluarga petani tertinggal di desa masih tetap mengikuti pelajaran yang relevansinya masih banyak pada upaya pendidikan lebih tinggi, yaitu pada tingkat sekolah menengah atas, atau perguruan tinggi. Sedangkan sekolah-sekolah keterampilan dalam bidang pertanian, agribisnis atau upaya pengolahan sawah dan ladang dengan cara modern hampir nihil. Sekalipun ada, tetapi tidak begitu populer atau tidak banyak peminatnya.
Sementara sekolah menengah kejuruan yang secara teoritis harus segera dibangun seimbang, 50 persen berbanding dengan 50 persen sekolah umum, kurang populer sehingga jumlahnya tidak bertambah sesuai harapan. Anak-anak masih memadati sekolah umum dengan cita-cita meraih pendidikan yang jauh lebih tinggi. Pengerjaan sawah dan ladang dengan cara modern sebagai hasil pendidikan dan pengajaran masih harus terhenti sebagai cita-cita dan impian beberapa kalangan minoritas.
Begitu juga dengan pelayanan sosial kemasyarakatan. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 yang mengamanatkan pengembangan pelayanan sosial berupa pemberdayaan dan perlindungan sosial untuk seluruh masyarakat, masih belum dilengkapi dengan peraturan pemerintah yang mengaturnya. Pembangunan dan pelayanan sosial masih berkutat pada sistem lama, yaitu mencari penderita sosial dan memberikan santunan kepada mereka.
Pemberdayaan dan perlindungan yang bersifat preventif, menjemput bola, sering kali dianggap bukan sebagai bagian dari upaya pembangunan dan pelayanan sosial kemasyarakatan. Justru secara awam, atau bahkan oleh pejabat, dilihat sebagai bagian dari upaya pembangunan ekonomi sehingga ahli-ahli pembangunan sosial harus dipuaskan dengan program program dan kegiatan di panti asuhan atau lembaga setara itu.
Namun, akhir-akhir ini Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) yang baru saja mendapat kepercayaan pemerintah sebagai satu-satunya lembaga koordinasi untuk kegiatan sosial kemasyarakatan, bersama lembaga yang bernaung di dalamnya seperti BK3S sekarang LK3S, K3S dan organisasi sosial lainnya, mulai menggelar program membawa pelayanan dan pembangunan sosial ke pedesaan.
Pembangunan sosial perlu diselenggarakan untuk masyarakat melalui pos-pos pemberdayaan keluarga (posdaya) di pedesaan yang dikembangkan sebagai forum silaturahmi antarkeluarga yang digerakkan bersama-sama secara gotong royong. Dengan asas kebersamaan, keluarga yang tergabung dalam posdaya mengembangkan upaya pemberdayaan keluarga dan membangun perlindungan dengan menghidupkan budaya gotong royong serta budaya peduli sesama anak bangsa.
Untuk menyemarakkan dan memperkenalkan program pelayanan dan pembangunan sosial ke suatu desa, suatu rombongan terdiri dari 65 anggota LK3S Provinsi Lampung, minggu lalu berkunjung ke Jakarta dan Bekasi. Mereka melihat-lihat kiprah masyarakat yang sejak beberapa waktu lalu telah lebih dahulu membawa program sosial itu ke desa-desa dimaksud.
Para peninjau dengan antusias melihat pelayanan dan pembangunan sosial pedesaan di Bekasi. Mereka mengagumi kegiatan tersebut dan melihat bahwa masyarakat di desa dan perkampungan masih memiliki jiwa gotong royong yang cukup kental. Dengan sentuhan yang relatif kecil, budaya dan jiwa gotong royong dapat disegarkan kembali. Keluarga muda yang umumnya dibebani tugas memelihara anak balitanya, dengan semangat gotong royong, berhasil membangun dan mengembangkan pos pendidikan anak usia dini atau PAUD.
Keluarga yang tergabung dalam posdaya di Kota Bekasi juga turut membangkitkan kembali kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu) yang secara khusus melayani pemeriksaan ibu hamil, melayani kesehatan anak balita serta memberi pelayanan keluarga berencana (KB) sesuai dengan ketersediaan tenaga medis atau para medis saat posyandu dibuka.
Kegiatan posyandu yang selama ini dikelola oleh kelompok kerja (Pokja) IV Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) tersebut, termasuk kegiatan untuk penduduk lanjut usia, diserahkan pada kelompok yang sengaja dibentuk untuk maksud tersebut. Para bidan yang ada di posyandu secara khusus terfokus untuk melayani pemeriksaan ibu hamil, anak balita dan KB.
Lebih menarik lagi, rombongan besar dari Lampung itu juga merasa sangat kagum atas terbentuknya kelompok ekonomi mikro dan kecil yang disiapkan oleh posdaya di beberapa desa di Bekasi. Mereka melihat bahwa para pengusaha kecil di desa itu secara gotong royong melatih ibu-ibu dan pasangan muda untuk berlatih keterampilan dan kemudian dibantu dengan modal yang tersedia pada bank-bank yang ada di Bekasi. Bahkan, untuk ke depannya telah ada kelompok yang bergabung dalam usaha bersama dan dikabarkan dalam waktu dekat akan melebur kegiatannya dalam bentuk koperasi.
Kelompok yang di masa lalu pernah mendapatkan arahan bahwa makanan bergizi merupakan makanan tambahan bulanan yang amat penting bagi keluarga, kini telah mendirikan ‘Kebun Bergizi’ di halaman rumah masing-masing. Melalui penjelasan dalam posdaya, program ini dianjurkan bagi keluarga-keluarga yang anggotanya (sang istri, misalnya) sedang hamil, atau mempunyai anak balita yang masih sangat memerlukan makanan bergizi.
Dengan memiliki Kebun Bergizi, mereka bisa mengolah makanan bergizi dengan memanfaatkan hasil kebun sendiri, seperti aneka sayuran, telur ayam atau daging ayam yang dipelihara di halaman rumah masing-masing. Kemudian mereka juga bisa mengonsumsi ikan yang dipelihara di kolam ikan halaman rumah, dan lain-lain.
Kunjungan rombongan LK3S asal Lampung ke Jakarta dan Bekasi tersebut telah membuka mata mereka bahwa bekerja sama dengan cara gotong royong akan membuahkan hasil posotif. Banyak kegiatan bermanfaat dapat dilakukan secara bersama-sama, untuk kepentingan bersama, dan demi kesejahteraan bersama pula.