JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsudin mempertanyakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi. Dia mempermasalahkan surat edaran Kementerian Hukum dan HAM yang melarang remisi pada Natal tahun ini.
Aziz mengungkapkan, sejumlah legislator di Komisi III mempertanyakan proses keluarnya kebijakan moratorium yang kemudian diralat menjadi pengetatan remisi tersebut. “Tentang pengetatan remisi sudah diatur dalam UU 12/1995 dan PP 28/2006. Jangan dengan telepon dapat membatalkan surat keputusan,” kata Aziz di Gedung DPR/MPR, Jumat 9 Desember 2011.
Dia juga mempermasalahkan surat edaran tanggal 31 Oktober 2011 ke setiap kantor wilayah lapas yang mencantumkan kata-kata tidak memberikan remisi dalam menyambut hari Natal 2011. Menurutnya, itu bertentangan dengan aturan yang sudah ada di mana remisi diberikan pada perayaan hari besar agama.
Selain itu, kata dia, aturan remisi semacam ini akan menimbulkan kecemburuan sebab terpidana korupsi yang merayakan Idul Fitri tahun ini mendapatkan hak remisi. “Bagaimana kalau dari 102 orang terpidana yang telah menerima salinan Surat Keputusan tertunda hanya karena perintah telepon dan surat edaran tertanggal 31 oktober 2011 tersebut,” ujar politisi Golkar itu.
Atas persoalan itu, Aziz bersama sejumlah koleganya menginisiasi usul pembentukan interpelasi soal remisi itu. Kolega Aziz, Bambang Soesatyo mengungkapkan, penandatanganan pendukung Hak Interpelasi Moratorium Remisi Kemenkumham sudah tembus 50 dari 7 Fraksi.
“Kami targetkan Rabu siang (selesai Rakornas PDIP di Bandung), saat pengusul bersama-sama menyerahkan kepada pimpinan DPR, pendukung hak Interpelasi sudah tembus 100 tanda tangan. Kita berharap pimpinan segera mendesak Bamus agar dapat diagendakan pada sidang paripurna Jumat pekan depan,” kata Bambang yang juga politisi asal Golkar.
Sebelumnya, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris menilai ancaman penggunaan hak interpelasi itu merupakan upaya sejumlah anggota dewan untuk melindungi korpsnya, legislator yang terkena kasus-kasus korupsi atau yang akan terkena di masa depan. Sehingga kebijakan Menkumham itu dianggap mengancam politikus di DPR.
“Tidak hanya spesifik Golkar. Tapi memang Paskah Suzetta memang tokoh penting di Golkar bukan hanya bekas menteri tapi bendahara,” ujarnya.
Syamsuddin juga menyoroti ketegangan saat Aziz Syamsudin mengusir Wamenkumham, Denny Indrayana dari ruang rapat Komisi III DPR beberapa waktu lalu. “Sebetulnya, selama adu mulut ini tidak ada masalah sih,” ungkap dia.
“Sepanjang tidak personal tidak ada masalah. Di negara lain, anggota dewan juga yang penting adalah sejauh mana isu kebijakan yang diperdebatkan berpihak pada kepentingan bangsa. Kalau penghentian moratorium remisi mestinya sesuai dengan kepentingan umum mengingat tipikor itu kepentingan hukum dan kebijakan mendapat dukungan politik tapi ini nyatanya enggak.” (eh)