Media
JAKARTA - Wakil Sekjen Partai Golkar Nurul Arifin mengemukakan tidak bisa mengukur rendah atau tingginya kualitas sumber daya manusia (SDM) dari produk hukum atau Undang-Undang (UU) yang dilahirkan.
Alasannya, UU yang dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah, selain ditentukan oleh kualitas SDM, juga dipengaruhi oleh kompromi politik. Kenyataan itu membuat UU tidak pernah mencapai hasil maksimal karena penuh kompromi. "Bukan masalah kualitas SDM, tetapi kompromi yang dominan. Dalam politik, tidak bisa dihindarkan kenyataan seperti itu," kata Nurul, Selasa (24/7).
Ia membantah bahwa SDM yang berkualitas hanya ada di sektor swasta. Menurutnya, dalam birokrasi pemerintahan, termasuk DPR juga banyak diisi SDM yang berkualitas.
"Bahwa SDM terbaik lebih senang memilih sektor swasta juga tidak sepenuhnya demikian karena banyak generasi-generasi terbaik bangsa ini yang juga menjadi bagian penyelenggara negara. Mereka malah kebanyakan alumni perguruan tinggi luar negeri," tutur anggota Komisi II DPR ini.
Mengenai penegakan hukum yang lemah bukan hanya sekedar kualitas SDM yang rendah, tetapi lebih melihatnya dari sisi moralitas penegak hukum yang kurang baik. Dia menjelaskan ada sejumlah faktor yang menyebabkan kualitas birokrasi penyelenggara negara seperti pendidikan SDM yang rendah, sistem birokrasi, sistem politik yang mempengaruhi secara langsung elemen birokrasi dan yang terpenting adalah moralitas penyelenggara birokrasi tersebut.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida mengemukakan tiga hal penyebab kualitas birokrasi rendah. Pertama karena pengaruh sistem rekrtumen yang buruk. Rekrutmen tidak berdasarkan kebutuhan/permintaan (demand) tetapi memakai sistem jatah. Seharusnya, jika benar-benar berdasarkan kebutuhan maka pegawai yang dibutuhkan adalah yang profesional dan berkualitas.
"Sekarang terjadi penyimpangan besar-besaran dalam birokrasi negara ini. Yang direkrut bukan sesuai kebutuhan, tetapi berdasarkan jatah. Pegawai baru direktur berdasarkan kedekatan dengan pejabat yang mengambil tindakan," ujarnya.
Kedua, sistem penempatan pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak jelas. Penempatan PNS dari Jakarta hingga daerah-daerah karena unsur suka dan tidak suka. Jarang sekali penempatan berdasarkan kualitas dan keahlian. Kerana itu, birokrasi pemerintah tidak jalan.
Ketiga, sistem remunerasi yang tidak jalan. Gaji PNS sangat rendah. Faktor itu yang menyebabkan banyak SDM berkualitas tidak mau melamar PNS. Mereka lebih memilih bekerja di swasta yang gajinya lebih tinggi dan jenjang kariernya jelas.
Sistem gaji yang rendah itu juga membuat oknum PNS mencari pekerjaan sampingan, termasuk dengan korupsi.
Mengenai anggota parlemen, anggota DPD dari Sulawesi Selatan ini menjelaskan yang dibutuhkan untuk seorang anggota DPR bukan keahlian tetapi kejujuran, keterbukaan, ketulusan, dan dedikasi yang tinggi kepada masyarakat. Dengan sifat seperti itu, ia dipercaya masyarakat untuk meneruskan aspirasi mereka ke parlemen.
"Ukuran kualitas anggota DPR bukan dari gelar profesor, guru besar atau gelar lainnya. Akan tetapi yang diperlukan adalah bagaimana ia komit terhadap perjuangan nasib rakyat. Percuma gelar tinggi kalau tidak ada perhatian kepada rakyat," tegasnya.
Namun ia mengakui bahwa yang terjadi saat ini banyak sekali anggota DPR yang bekerja bukan untuk berjuang bagi rakyat, tetapi lebih mencari nafkah bagi dirinya. Implikasinya, bukan membuat uu yang baik tetapi lebih bekerja untuk mencari nafkah. Fakta ini terjadi karena di palemen lebih dominan sisi pragmatisme. Unsur idealisme sudah hampir hilang dari parlemen.
"Tugas parpol adalah bagaimana mencetak kader yang bukan mencari nafkah tetapi bekerja untuk rakyat," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB Marfan Jafar mengemukakan perbaikan penyelenggaran negara adalah dengan menerapkan cara-cara rekrutmen yang bener, tidak korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), serta penegakan hukum yang tegas kepada mereka yang lerlibat mafia dalam perekrutan. Selain itu, dia menegaskan agar perlu terus digalakkan capacity building, penegakkan disiplin, sistem reward and punishment yang jelas sebagai implementasi sistem meritokrasi.
"Segera diadakan reformasi birokrasi secara total dan menyeluruh," tegasnya.
Mengenai anggota DPR, dia juga menegaskan agar anggota DPR terus meningkatkan diri. Sementara partai politik diharapkan menerapkan model rekrutmen calon anggota legislatif yang berkualitas dan transparan. []
Sumber: Suarapembaruan.com