Media
JAKARTA - Gugatan uji materi atau judicial review Undang-Undang Partai Politik (UU Parpol) terkait pembubaran fraksi di DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK), dinilai justru menyalahi dan menabrak konstitusi.
"Pembubaran fraksi itu menyalahi konstitusi, karena namanya peserta pemilu adalah parpol dan representasif parpol di DPR diwujudkan dalam bentuk fraksi," kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Nusron Wahid, di Jakarta, kemarin.
Namun, Nusron yang juga Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, menyetujui adanya recall atau pergantian antar waktu (PAW) yang dilakukan fraksi terhadap anggotanya di DPR.
"Meski anggota direkomendasikan oleh parpol tetapi anggota DPR dipilih oleh rakyat. Apalagi sekarang yang banyak dipilih bukan parpol tetapi pencalonan individu dengan memilih nama," kata Nusron.
Ia secara tegas menyatakan, tidak setuju fraksi dibubarkan. Namun peranan fraksi dikurangi, terutama hak recall, disetujuinya. Ia juga setuju kalau fraksi tidak mengatur anggota fraksinya, karena fraksi bukan untuk mengebiri hak-hak DPR.
Seperti diberitakan, Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GNPK) melayangkan gugatan Pasal 12 huruf e UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Parpol dan Pasal 11, Pasal 80, Pasal 301 dan Pasal 352 UU Nomor 27 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD4) ke MK.
Menurut Ketua GNPK, Adi Warman, gugatan itu salah satunya dimaksudkan untuk membubarkan keberadaan semua fraksi di MPR, DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Ia menilai, keberadaan fraksi-fraksi hanya sekadar kepanjangan tangan dan alat perjuangan partai-partai yang memiliki kursi di parlemen yang dibiayai APBN maupun APBD.
Keberadaan fraksi-fraksi, menurut dia, juga tidak sejalan dengan kedaulatan rakyat, karena partai politik hanya dijadikan kendaraan politik.
Uji Materi
Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis, mengatakan, keberadaan fraksi-fraksi di DPR dinilai justru menghilangkan kedaulatan rakyat.
Sebab, tutur dia, kenyataannya anggota DPR justru terus-menerus mementingkan kepentingan partainya di parlemen. Padahal, seharusnya anggota DPR bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat.
Dia menyatakan hal itu menanggapi permintaan Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GNPK) untuk membubarkan fraksi-fraksi di DPR dalam "gugatan" Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang Parpol di MK.
Karena itu, Margarito juga mendukung GNPK yang "menggugat" Pasal 12 huruf e UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Parpol dan Pasal 11, Pasal 80, Pasal 301 dan Pasal 352 UU Nomor 27 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD4) ke MK.
"Saya mendukung gugatan itu, karena hal tersebut penting untuk diperma-salahkan agar hak-hak rakyat terpenuhi," ujarnya di Jakarta, akhir pekan lalu.
Mengenai koordinasi dengan parpol yang menjadi instrumen setiap anggota DPR ke Senayan tanpa fraksi, Margarito mengatakan setiap anggota DPR melakukan koordinasi langsung ke partainya.
"Jika ada hal-hal yang dinilai diluar kepatutan, parpol yang menegurnya langsung bukan melalui fraksi," katanya seraya menambahkan bahwa di negara yang menganut sistem demokrasi pun yang bekerja komisi-komisi sesuai bidangnya dan bukan fraksi-fraksi.
"Komisi diatur membidangi lingkup kerja masing-masing komisi. Sedangkan fraksi alat parpol yang dikendalikan parpol itu sendiri dan bukan untuk rakyat," ujarnya.
Keberadaan fraksi, tutur dia, justru mengekang anggota DPR. "Mereka yang seharusnya kritis atas kebijakan pemerintah yang dinilai melenceng menjadi tak kritis, bahkan "bisu", karena otonominya sudah dipasung oleh parpolnya," ujarnya.
Akibatnya, anggota DPR yang seharusnya membela kepentingan rakyat justru mementingkan partainya. "Fraksi malah melemahkan anggota DPR dalam membela rakyat," tuturnya. []
Sumber: Suarakarya-online.com