PEKANBARU – DPR RI mengendus adanya kepentingan asing dalam konflik lahan di Pulau Padang, Kabupaten Meranti, Riau. Isu lingkungan sengaja dikedepankan untuk menghancurkan produk kertas dan pulp di Indonesia di mata internasional. Kepentingan itu termanifestasikan dalam gerakan LSM.
“Bisa saja, konflik sengketa lahan di Pulau Padang antara sekelompok warga dengan PT Riaupulp ada permainan LSM,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo, Jumat (10/2/2012).
“LSM ini,” kata Ketua tim penyelesaikan konflik Pulau Padang itu, “kita duga memiliki kepentingan untuk merusak pasaran pulp Indonesia dimata dunia internasional.”
Firman menyebut, LSM tersebut turut menunggangi warga untuk tetap terus melakukan perlawanan agar izin konsesi Hutan Tanaman Industri PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dicabut Kemenhut.
“Tujuan dari bentuk perlawanan ini tidak lain, untuk merusak harga pasaran produk kertas Indonesia. Karena selama ini, dunia internasional khawatir atas produk pulp dan kertas Indonesia yang kwalitas bagus dan harga yang relatif lebih bersaing,” kata Firman yang belum lama ini melakukan kunjungan kerja ke Riau dalam penyelesaian konflik lahan di Pulau Padang.
Dijelaskan Firman, persaingan dagang internasional itulah yang membuat konflik lahan seolah tiada ujung. Isu-isu liar, seperti pembukaan HTI akan menengggelamkan Padang atau pulp Indonesia berasal dari tanah sengketa, bermunculan.
“Kita sudah ingatkan Kemenhut untuk tetap waspada menyikapi berbagai konflik lahan di tanah air, khususnya di Riau. Jangan hanya demi kepentingan asing, lantas investasi kita di tanah air jadi morat-marit,” kata Firman.
Kepentingan asing, lanjut Firman politikus Golkar ini, jelas untuk memecah belah sesama anak bangsa dengan memakai perpanjangan tangan LSM di tanah air.
“Dalam kunjungan kerja untuk menyelesaikan konflik lahan di Pulau Padang Kabupaten Meranti, kita melihat jelas adanya pembalakan liar di kawasan itu. Dan ternyata kayu hasil jarahannya dijual ke negara tetangga. Cukong kayunya kita duga kuat orang asing yang memprovokasi warga untuk menolak izin RAPP di sana. Sebab, kalau izin HTI beroperasi, jelas mereka tidak bisa lagi mengambil kayu di tanah yang statusnya milik negara,” kata Firman. []