Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Karena itu, sungguh tugas besar dan mulia bagi wakil rakyat untuk berjuang merealisasikan amanat mereka. Dan, Komisi V DPR terus berkomitmen agar pemerintah lebih serius merealisasikan program pembangunan, terutama bidang infrastruktur.
Perlu diketahui, kondisi infrastruktur yang buruk menjadi salah satu pemicu keengganan para penanam modal masuk ke Indonesia. Selain itu, juga menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan mempercepat pembangunan infrastruktur.
Dalam hal ini, pembangunan enam koridor perekonomian diharapkan mampu mengatasi berbagai kendala roda pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah di Tanah Air. Untuk itu, diperlukan kebijakan politik infrastruktur yang kuat dan berani dari pemerintah, khususnya dalam tahap implementasi di lapangan dan pemenuhan sumber pendanaan yang mencukupi.
Program yang ada sudah bagus, termasuk pembagian enam koridor ekonomi mulai dari ujung Sumatera hingga Papua. Tetapi, selama ini program pembangunan masih terkendala masalah pelaksanaan dan pendanaan. Untuk itu, anggaran pembangunan infrastruktur perlu diperbesar dari sekitar 2% menjadi minimal 5% dari produk domestik bruto (PDB). Ini apabila kita ingin mencapai pertumbuhan hingga 7%, serta mengejar ketertinggalan di bidang infrastruktur.
Selain itu, untuk pendanaan yang bersumber dari berbagai badan usaha milik negara (BUMN) dalam program percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional, diperlukan kebijakan khusus. Sebab, dengan menempatkan BUMN sebagai pelopor pembangunan enam koridor perekonomian, perlu pengaturan yang tepat. Dalam hal ini tetap memberikan keleluasaan pada BUMN untuk terus menjalankan ekspansi bisnisnya tanpa harus terbebani lebih besar, termasuk mengkaji besaran dividen yang dibebankan kepada BUMN selama ini.
Dalam rangka mendorong pembangunan koridor ekonomi ini, peranan BUMN diharapkan bisa optimal. Namun, di sisi lain, perlu ada upaya lain agar ekspansi bisnisnya tetap berkembang. Mungkin perlu dikaji agar dividen tidak terlalu besar. Jadi, pelaksanaan program ini bisa sejalan dengan pengembangan ekspansi bisnis mereka.
Dalam pemenuhan pembiayaan yang bersumber dari negara, pemerintah bisa menaikkan pungutan pajak (tax ratio) karena masih dimungkinkan. Apalagi, tax ratio Indonesia masih terendah jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya. Pemerintah juga bisa meningkatkan defisit anggaran dari 1,7% menjadi 2,1%.
Penyediaan infrastruktur, seperti jalan, kereta api, dan pelabuhan, selama ini masih berharap dari pihak swasta. Akibatnya, pelaksanaan program tidak sesuai target waktu yang ditetapkan. Ke depan, kita berharap multiplier effect dari pembangunan koridor ekonomi yang merata di seluruh wilayah Kepulauan Nusantara ini bisa mendongkrak perekonomian masyarakat luas.
Pembangunan infrastruktur (terutama infrastruktur ekonomi dan perdagangan) jangan hanya dilakukan terhadap daerah-daerah yang telah ramai penduduknya. Namun, juga perlu dibangun di kawasan-kawasan khusus, terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar, dan sejenisnya. Dengan demikian, bisa menekan angka urbanisasi masyarakat setempat ke kota lain dan memperkukuh NKRI.
Seiring dengan ini, kita perlu menyambut baik agenda Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia di Makassar, 1-3 April. Rapim itu dapat dipastikan akan memberikan rekomendasi penting terkait persoalan infrastruktur. Rapimnas yang mengusung tema “Realisasi Pembangunan Infrastruktur dan Konektivitas untuk Akselerasi Ekonomi Daerah Memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN” itu diharapkan bisa menghasilkan beragam solusi yang lebih spesifik, konkret, dan komprehensif.