Presiden SBY jangan membiarkan spekulasi reshuffle kabinet terus berkembang, karena spekulasi itu akan merusak kinerja para menteri. Sudah waktunya bagi presiden memastikan ada-tidaknya reshuffle kabinet itu. Jangan biarkan para Menteri menjadi bulan-bulanan isu reshuffle.
Spekulasi tentang reshuffle kabinet merebak lagi pekan lalu, setelah presiden menyuarakan kekecewaannya terhadap kinerja para menteri. Presiden kecewa karena lebih dari 50 persen instruksinya tidak dilaksanakan oleh para menteri. UKP4 menilai ada menteri yang tidak rajin.
Kekecewaan presiden itu langsung menghidupkan spekulasi reshuffle kabinet. Membiarkan spekulasi ini berlarut-larut akan membuat suasana di kabinet tidak kondusif. Kabinet Indonesia Bersatu-II sudah berkali-kali digoyang reshuffle. Hal ini sangat memprihatinkan.
Tidak hanya merusak kepastian, tetapi juga membuat para menteri tidak nyaman, selalu diliputi keraguan dan sulit berkonsentrasi. Tidak ada respek lagi terhadap jabatan menteri, karena martabatnya terus direndahkan dengan isu reshuffle. Karena itu, kepastian dari presiden SBY mutlak diperlukan.
Sekali pun reshuffle menjadi hak prerogatif presiden, saya menyarankan presiden untuk berhati-hati, karena reshuffle kabinet belum tentu menyelesaikan masalah. Kalau pun reshuffle kabinet menjadi opsi yang tidak bisa dihindari, presiden harus yakin betul bahwa formasi baru kabinet nantinya akan meningkatkan efektivitas pemerintahannya.
Sebelum mempertimbangkan perlu tidaknya reshuffle kabinet, presiden perlu mengkaji soliditas anggota kabinet sekarang. Secara khusus, saya menyarankan agar fungsi dan tugas para Menteri Koordinator (Menko) perlu dimaksimalkan lagi, agar tidak semua masalah teknis harus ditangani presiden.
Kalau pertanggungjawaban atas pelaksanaan semua instruksi presiden dibebankan ke pundak para Menko, saya yakin sebagian besar Inpres bisa dilaksanakan.