Melindungi petani, meningkatkan kesejahteraan mereka, dan membangun pertanian juga harus dilakukan dengan aturan hukum yang jelas. Langkah ini penting dijadikan prioritas pemerintah.
Saat ini penanganan keseluruhan program penguasaan tanah (land reform) dipegang Deputi Bidang Tata Guna Tanah di Badan Pertanahan Nasional. Namun, itu tidak mencukupi dari segi sarana tenaga dan dana sehingga perlu bantuan kepala daerah.
Aturan dan undang-undang harus menyesuaikan kebutuhan pertanian dan memihak petani. Di Pulau Jawa tidak semua kebijakan dapat dilaksanakan karena kurangnya kecukupan tanah yang didistribusikan ke petani.
Hal itu dikatakan Winahyu Erwiningsih, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dalam "Diskusi Panel Kebijakan Pertanahan dan Masa Depan Petani Indonesia", Kamis (30/7).
Selain Winahyu, pembicara lainnya adalah Guru Besar Teknologi Pertanian UGM Mochammad Maksum, dan Sjahwin Edison dari Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY.
Sjahwin mengutarakan, belum ada peraturan khusus atau perda untuk melindungi tanah pertanian produktif di Indonesia. Aturan tersebar dalam berbagai undang-undang, peraturan presiden, keputusan menteri, hingga edaran menteri.
Maksum menyampaikan, pemerintah tak pernah memerhatikan kepentingan Rakyat Tani Miskin (RTM). Instrumentasi RTM tampak sekali dalam kebijakan pembangunan yang selama ini menempatkan pertanian dan RTM hanya sekadar sebagai penyedia pangan murah, pengawal konservasi alam, hingga bumper lapangan kerja. (kompas.com)
Silahkan posting komentar Anda