halaman utamaspacerisu nasionalspacerpartai dpp/dpdspacerberita mediaspacertokoh kitaspacerblog golkarspacertentang golkar
Partai GOLONGAN KARYA, Memberi BUKTI, Bukan JANJI
Kirim artikel ini ke
facebook delicious technorati digg reddit
e-mail print printer
Artikel untuk Propinsi Bali
11/02/2009
Sultan Nilai UGM Keliru Mengartikan Parardhya



Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menganggap Jurusan Ilmu Pemerintahan (JIP) Universitas Gadjah Mada (UGM) salah menafsirkan pernyataannya mengenai konsep parardhya.

Raja Keraton Yogyakarta ini mengakui bahwa istilah itu memang istilah yang pernah dia lontarkan.Waktu itu Sultan mengatakan bahwa di masa Sri Sultan HB IX ada parardhya yang bertugas membantunya dalam menyelenggarakan pemerintahan di DIY.”Mungkin JIP keliru menafsirkan pada waktu tanya sama saya,” tuturnya kemarin.Gubernur DIY tersebut juga meluruskan bahwa konsep parardhya bukan sebagai masukan baru darinya.

”Saya sudah utarakan di DPR. Sekarang kanmenjadi urusan DPR,bukan saya,”kilahnya. Sri Sultan juga mengaku tidak keberatan jika istilah tersebut diganti.Namun dia mengingatkan bahwa posisinya sebagai pengantar saja, bukan sebagai aktor utama dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY. ”Dalam konteks vertikal, kedudukan seorang sultan bertugas mengantarkan rakyat Yogyakarta dari Keraton hingga Tugu.

Konsep parardhya itu juga seolah menempatkan saya di awang-awang. Terus rakyat saya dapat opo (apa),”cetusnya. Anggota Tim Perumus Draf RUUK DIY dari JIP UGM AAGN Ari Dwipayana mengatakan munculnya istilah parardhya tidak berkaitan dengan kondisi sebelumnya. Dalam pertemuan dengan Sri Sultan memang diutarakan mengenai parardhya patiyang berarti bawahan Sultan HB IX.

”Makanya kita tidak menggunakan istilah tersebut. Istilah parardhya awalnya adalah pararaja, tetapi karena konteksnya adalah Yogyakarta,maka kita pilih parardhya,”akunya. Ari Dwipayana menjelaskan, konsep parardhyatidaksama dengan parardhya patiyang disampaikan Sri Sultan.Istilah itu diambil untuk menempatkan dua posisi pengageng,yaitu Kasultanan dan Pakualaman sebagai pelindung budaya.

Sementara itu, Pamong Budaya Nusantara,sebuah organisasi massa yang didirikan oleh para budayawan dan pendidik di Taman Siswa menyerukan agar aktor politik tidak mengeksploitasi keberadaan Sri Sultan HB X sebagai raja Jawa untuk kepentingan sesaat. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pamong Budaya Nusantara Ki Wahyana Giri MC menilai masyarakat seperti lupa pada akar budaya,yaitu budaya adiluhung yang menjunjung tinggi nilai kesopanan, adat istiadat,dan kerukunan.

“Karena inilah kami membentuk Pamong Budaya Nusantara sebagai antitesis kondisi masyarakat yang terkotak- kotak oleh kepentingan politik pada masa menjelang pemilu ini,”dalihnya. Sri Sultan HBX sendiri menanggapi dingin desakan Pamong Budaya Nusantara.“Itu kan proses politik lima tahun sekali.

Habis pemilu selesai. Penjaga budaya itu perlu menjaga budaya, tapi tetap punya hak untuk dipilih dan menggunakan hak pilih,”pungkasnya. (sindo)

artikel terkaitartikel terkiniartikel populer
Artikel lain
Ada 0 komentar untuk artikel ini.


Silahkan posting komentar Anda
Nama

Email

Komentar
500 karakter tersisa

Security Code
 
 
partaitabvirtual slipisuara andasukarelawankontribusipilhanpartisipasibawah
Klik di sini!
Cari tahu di sini
Video Download

Dari Rakyat untuk Rakyat
Title:
Dari Rakyat untuk Rakyat
download
Restoran Padang
Title:
Restoran Padang
download
Musholla
Title:
Musholla
download
Golkar Demokrasi
Title:
Golkar Demokrasi
download
Guru buat Pemilu
Title:
Guru buat Pemilu
download
More
Wallpaper Download
Desktop PC/Mac

Wallpaper Golkar
More
Mobile
Mobile
More
PodCast Download
More