Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menolak bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membahas secara khusus Rancangan Undang Undang Kei s t i m e wa a n (RUUK) DIY.
Menurut gubernur, kewenangan membuat undang-undang bukan urusan kepala daerah tapi antara pemerintah dengan DPR.Atas dasar tersebut, dia menganggap pertemuan itu tidak perlu dipaksakan karena tidak ada relevansinya. Tugasnya sebagai gubernur dalam masalah ini,kata dia,sudah selesai, yakni mengajukan draf RUUK ke DPR. Kalaupun sejauh ini terjadi kebuntuan dia meyakini masih ada solusi.
”Legislasi kan haknya ada di DPR,”katanya kepada wartawan,kemarin. Orang nomor satu di DIY ini berpandangan, untuk menyelesaikan UUK tergantung pada niat semua pihak. Misalnya, jika pembahasan ini terus mengalami deadlock, Komisi II DPR dapat segera melaporkan hasilnya ke pimpinan Dewan. Setelah itu, hasil laporan dari komisi ini dikomunikasikan dengan pihak eksekutif.
Melalui cara ini, siapa tahu segera ada keputusan kemana RUUK ini akan dibawa.”Itu kanlogika saya.Kalau bisa cepat kenapa harus lama.Masalahnya kancuma itu,”urainya. Diketahui,sejumlah elemen masyarakat termasuk wakil rakyat di DPRD DIY berharap Sultan mengambil langkah strategis dengan bertemu Presiden untuk membahas persoalan ini.
Bila Sultan hanya berkutat dengan DPR dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), hal itu dirasa kurang efektif.Karena dasar penolakan adalah di pihak eksekutif yang merupakan perpanjangan tangan dari Presiden. Menyoal desakan sejumlah elemen masyarakat yang menginginkan adanya referendum, Sultan mengangap hal itu sebagai hal yang wajar.Karena, setiap orang,badan atau lembaga yang kredibel,dalam peraturan perundangan memang diperbolehkan untuk menanyakan berbagai persoalan kepada masyarakat.
Hanya saja,jika pertanyaannya berbentuk referendum diperlukan adanya Keputusan Presiden (Keppres).”Kan tidak ada bedanya dengan polling. Polling juga boleh dilakukan,”terangnya. Terkait rencana Gerakan Semesta Rakyat Yogyakarta (Gentaraja) yang akan menggelar aksi tuntutan referendum di Gedung Agung,hari ini,Sultan mengaku tidak akan melarangnya.Karena,aksi demo ataupun unjukrasa merupakan hak dari setiap warga Negara.
Yang terpenting, kata dia, aksi ini dilakukan secara damai dan tidak sampai anarkis. ”Silahkan saja itu masyarakat. Saya justru tidak tahu itu,”urainya. Menyinggung acara tasyakuran yang berlangsung semalam, Sultan menandaskan bahwa kegiatan ini hanya sebuah peringatan menandati bergabungnya Kesultanan Ngayongyakarta ke Indonesia.
Diapun mengaku tidak melakukan persiapan apapun termasuk orasi budaya yang akan disampaikan.Yang telah disiapkan hanyalan maklumat yang didalamnya berisiamanatSriSultan HB IX,5 September 1945. ”Soalmaklumatitumenunjukan bahwa Yogyakarta pernah menjadi negara berdaulat sebelum Republik (Indonesia) ada,”terangnya.
Diketahui sebagai bentuk refleksi bergabungnya DIY ke NKRI,mulai tahun ini, setiap 5 September dijadikan hari bergabung.Untuk tahun ini,pemerintahprovinsitelahmenyiapkan sejumlah agenda kegiatan.Di antaranya,kemarin malam menggelar tasyakuran dan dialog yang dihadiri gubernur dan sejumlah elemen masyarakat.
Hari ini,direncanakan Sultan juga akan mengikuti seminar membahas UUK di UGM. Selain kegiatan yang bersifat formal, sejumlah elemen masyarakat, salah satunya Gentaraja,pukul 09.00 hari ini juga akan menggelar aksi massa di halaman Gedung Agung.Mereka akan menuntut pemerintah sesegera mungkin menetapkan UUK. Jika tuntutan itu tidak terpenuhi hingga 30 September, mendatang, maka masyarakat akan menuntut referendum.
”Kami berharap Kepala Daerah bisa ikut dalam aksi ini untuk melakukan orasi. Cara ini untuk membuktikan bahwa DIY satu suara menuntut penetapan Sultan sebagai gubernur,” tandas Ketua Gentaraja,Sunyoto. Dari Gunungkidul, paguyuban lurah dan pamong desa yang tergabung dalam Paguyuban Semar mengaku telah menyiapkan sedikitnya 1.000 massa untuk ikut bergabung ke Gedung Agung.
Ketua Paguyuban Semar, Suparno mengatakan,elemen masyarakat yang akan diberangkatkan terdiri dari perangkat desa,karang taruna, hingga ibu rumah tangga. ”Keikutsertaan warga ini sebagai wujud keinginan kami agar Ngarso Dalem memimpin DIY,” ujarnya kepada wartawan kemarin.
Dijelaskannya, agenda yang digagas beberapa elemen pendukung penetapan yang tergabung dalam Gentaraja ini merupakan agenda yang juga dilakukan untuk mengingat kembali maklumat 5 September 1945. Sebuah maklumat bergabungnya negara Ngayogyakarto Hadiningrat atas Republik Indonesia.
”Kita akan berangkat sekitar pukul 08.00 dengan menggunakan bus,truk dan juga kendaraan pribadi lainnya,” kata Suparno yang juga menjadi Ketua I Paguyuban Lurah dan Pamong Desa se- DIY (Ismaya) ini. Dia bersam seluruh lurah se- DIY juga sangat optimistis RUUK masih bisa disahkan oleh DPR periode ini.Bahkan payung hukum tersebut juga bisa sesuai dengan aspirasi masyarakat. ”Kita akan tentukan opsi-opsi yang disampaikan oleh Depdagri.Tentu saja dengan nderek Ngarso Dalem,” pungkasnya.
Mendagri Ajak Bersikap Jernih
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto mengajak Pemprov DIY untuk bersikap jernih dalam menyikapi pembahasan RUUK DIY. Salah satunya dengan tidak melakukan ancaman referendum. ”Apa perlu referendum itu, semuanya harus berpikir jernih,” ujarnya usai mengikuti Rakor kesiapan penyelanggaraan Lebaran 2009 Provinsi Jateng di Semarang kemarin.
Menurut Mardiyanto, semua pihak harus bersikap jernih dalam mengambil sikap.Sebab,sejauh ini pemerintah juga tetap mengakui DIY sebagai provinsi yang memiliki nilai historis istimewa dalam negara ini.”Apalagi juga ada Mahkamah Konstitusi,yang bisa memfasilitasi adanya judicial review,” tuturnya. Mantan Gubernur Jawa Tengah ini menambahkan, keberadaan RUUK tersebut juga harus disikapi secara utuh.
Yakni, tidak sekadar dalam penentuan kepala daerah, maupun posisi Sultan saja.”Semuanya harus dipahami secara utuh, agar tidak terbelah,”katanya. Saat ini, lanjut Mardiyanto,proses RUUK itu masih dalam tahap lobi.Sebab,sejauh ini belum ada kesepakatan, apakah kepala daerah ditetapkan langsung, atau dilakukan pemilihan oleh rakyat. ”Yang jelas,proses demokrasi harus dihargai.
Namun kita tegaskan,tidak ada maksud ingin mengecilkan keberadaan Yogyakarta, ”jelasnya. Ditanya apakah RUUK itu ditargetkan bisa diselesaikan sebelum masa jabatan anggota DPR habis? Mantan Pangdam IV Diponegoro ini juga berharap demikian. ”Saya harap seperti itu (sebelum masa tugas DPR berakhir).Namun besok malam, kita masih lakukan lobi lagi,”tandasnya. (sindo)
Silahkan posting komentar Anda