Partai Golkar berencana membentuk tim negosiasi dengan partai politik yang diincar sebagai mitra koalisi yaitu Partai Demokrat.
Tim itu dibentuk untuk mencari format koalisi saling menguntungkan. "Tahapannya setelah besok (dalam rapat pimpinan nasional khusus) diputuskan, (baru) dibentuk tim kecil, tim negosiasi. Kalau sekarang dibentuk tim, diputuskan saja belum. Negosiasi dalam arti kita berkoalisi untuk saling menguntungkan kedua partai," ungkap Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Sumarsono di Jakarta.
Dalam rapat konsultasi dengan pimpinan daerah sehari sebelumnya, Golkar menyatakan tidak akan mengajukan calon presiden. Beredar opsi kuat di Golkar untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat, di mana Golkar hanya akan mengajukan calon wakil presiden.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Rully Chairul, koalisi diharapkan tidak menimbulkan persoalan di tubuh partai. "Dalam negosiasi penentuan dengan mitra koalisi itu bagaimana mekanismenya tidak menimbulkan persoalan di dalam Golkar. Tidak ada yang merasa dipermalukan, baik partai maupun orang," ujar Rully.
DPD khawatir dalam negosiasi dengan Partai Demokrat nanti Golkar tidak diuntungkan. Pasalnya, saat ini Golkar tidak dalam posisi menentukan lagi menyusul perolehan suara partai di bawah 20 persen. "Kalau (cawapres) kita ditolak kan citra partai yang kena, bukan orang.Itu yang kita antisipasi tidak boleh terjadi,tidak boleh ada yang terluka," ungkap Rully.
Rully melanjutkan, tim khusus akan dibentuk sesuai kebutuhan. Apabila dirasa efektif, cukup Ketua Umum DPP Jusuf Kalla yang maju untuk bernegosiasi. "Kalau memang ketua umum cukup efektif, ketua umum kita beri guidance, kerangka. Nanti ketua umum yang jalan," papar Rully.
Sekjen Partai Golkar Sumarsono menuturkan, sesuai amanat rapat pimpinan nasional (rapimnas) pada akhir 2008, rapimnas khusus akan dihadiri oleh Ketua DPD I, DPP, Dewan Penasihat, dan organisasi trikarya Golkar. Rapimnas khusus tersebut akan memantapkan opsi-opsi tentang pengajuan cawapres oleh Golkar. "Apakah nanti dalam rapimnas khusus ditentukan hanya satu nama, apakah lebih dari satu, tadi belum diputuskan," ujarnya.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla mengungkapkan, partainya masih membahas soal agenda rapimnas khusus dan evaluasi sementara pemilu legislatif. Menurut Kalla, agenda rapimnas khusus nanti adalah menyepakati format koalisi, cawapres, dan mekanismenya.
Ketua DPD Partai Golkar Gorontalo Fadel Muhammad berharap partainya menyodorkan tujuh nama yang lolos penjaringan capres Golkar beberapa waktu lalu untuk menjadi pendamping calon presiden dari Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Sebaiknya nama-nama yang lolos penjaringan diserahkan saja kepada Partai Demokrat biar mereka yang memutuskan," ujar Fadel Muhammad di Jakarta.
Fadel juga mengusulkan Gokar membentuk tim khusus untuk menentukan dengan siapa berkoalisi, meski Fadel juga melihat Demokrat paling potensial untuk menjadi mitra koalisi. Ketika ditanya siapa yang paling pantas menjadi pendamping SBY dari tujuh nama nominator, dia menjawab Jusuf Kalla. Alasannya, karena Kalla ketua umum partai.
"Tapi nama Kalla belum final, masih dibahas dan belum semua setuju. Biar Partai Demokrat yang memutuskan siapa yang cocok untuk mendampingi SBY. Ajukan saja semua nama, kalau perlu ditambah, sebab yang menentukan adalah pihak sana," katanya.
Tujuh nama yang dimaksud adalah orang-orang yang lolos penjaringan Partai Golkar, antara lain Jusuf Kalla, Sultan Hamengku Buwono X, Akbar Tandjung, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Agung Laksono dan Fahmi Idris.
Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan kesiapannya untuk menjadi cawapres Golkar mendampingi SBY. "Kalau Golkar memberi peluang untuk saya mendampingi Pak SBY, tentu saja saya akan memberikan yang terbaik," kata Akbar di Jember kemarin.
Meski demikian, jika arah angin politik sewaktu-waktu berubah, dia menyerahkan pencalonan sebagai cawapres sesuai mekanisme organisasi. Sementara itu, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo kembali menegaskan keinginan agar cawapres yang nantinya mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukanlah ketua umum partai.
"Kita menginginkan wakil presiden nanti bukan ketua umum partai. Kalau masih cawapres, tidak apa-apa.Tapi kalau sudah jadi wapres, harus bersedia untuk melepaskan jabatan di partai. Biar bisa fokus bekerja," ujarnya.
Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengungkapkan bahwa cawapres SBY akan diambil dari parpol pendukung koalisi. Menurut Anas, pembagian kekuasaan antarpeserta koalisi akan dilakukan lebih baik sebagai perekat dalam koalisi. "Pada 2004 power sharing-nya kurang adil dan proporsional, 2009 kita akan buat power sharing-nya adil dan proporsional. Ini lem perekat koalisi," urainya. Menurut Anas, saat ini SBY sedang berpikir untuk menentukan yang terbaik. "Kita tunggu, sabar menunggu,"ujarnya.
Silahkan posting komentar Anda