Kalangan ulama Jombang mulai resah dengan praktik pengobatan supranatural yang marak di Kota Santri itu. Setelah beberapa waktu hanya terkesan diam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jombang akhirnya turun tangan.
Kemarin MUI mendatangi praktik pengobatan dengan menggunakan media batu dan air milik Siti Nurrohmah, 35,di Perumahan Tambakrejo Asri,Kecamatan Jombang.MUI memberikan pencerahan terhadap ribuan pasien yangmengantrememintakesembuhan melalui batu yang dicelupkan ke dalam air mineral,seperti halnya Ponari. MUI berharap masyarakat dapat menghindarkan diri dari syirik.
Selama ini calon pasien lebih melihat batu ”sakti” tersebut ketimbang Tuhan yang memberikan kesembuhan atas umatnya Sekitar 20 menit, salah satu pengurus MUI Jombang Abdul Kholiq memberikan wejangan kepada pasien yang siap dilayani Nurrohmah. Dia meyakinkan kepada para pasien bahwa kesembuhan penyakit itu berasal dari Allah SWT, bukan dari batu yang dipakai sebagai media pengobatan ini.Kholiq meminta agar para pasien menata niat sebelum menjalani pengobatan. ”Niatnya harus meminta kesembuhan dari Allah SWT, bukan dari batu.
Ponari,Nurrohmah,dan batunya itu, hanya media untuk mendapatkan kesembuhan dariTuhan,”ungkapnya. Kendati telah memberikan peringatan keras, namun dia mengaku tak bisa mencegah para pasien yang berikhtiar mencari kesembuhan melalui cara pengobatan supranatural seperti ini.Menurut dia,sah-sah saja jika masyarakat mencari kesembuhan dengan cara mereka sendiri.
”Kami tak mungkin bisa menutup lokasi pengobatan ini karena kami tak punya wewenang.Tugas kami hanya mengingatkan umat agar tak menuju ke jalan syirik itu sendiri. Kalau soal penutupan, itu hak pemerintah,”kata pengurus MUI Jombang yang menjabat sebagai Ketua I ini. Sekadar diketahui, Nurrohmah membuka praktik pengobatan setelah mendapat batu di Desa Tunggorono Jombang, Jumat (20/2). Saat itu tiba-tiba dia mendengar suara rintihan minta tolong. Ketika ditelusuri, suara itu ternyata dari batu mirip cangkang kerang.
Ketika diambil, tanpa diketahui sebabnya, Nurrohmah pingsan. Nurrohmah mengaku pernah bermimpi kejadian yang dia alami itu. Batu itu kemudian diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit.Kemarin pasiennya mencapai sekitar 2.000 orang. Tak hanya di lokasi praktik Siti Nurrohmah yang sempat dikunjungi MUI. Menurut Abdul Kholiq, beberapa hari lalu pihaknya juga mendatangi praktik Ponari di Dusun Kedungsari,Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh.Yang dilakukan MUI pun sama, mengingatkan para pasien dan warga setempat agar tak menilai bahwa Ponarilah penyebab kesembuhan itu.
”Sudah kami lakukan hal yang sama di tempat praktik Ponari,” pungkasnya. Dia juga menyebut jika ulama lain perlu duduk bersama membahas masalah ini. Kekhawatiran tentang munculnya syirik dalam pengobatan Ponari dan Siti Nurrohmah juga diungkapkan Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid. Adik kandung mantan presiden KH Abdurrahman Wahid ini juga mengaku tak yakin jika semua pasien pengobatan dengan cara ini bisa sembuh.
Lantaran belum adanya kepastian kesembuhan itu,perlu adanya penelitian mengenai air yang sudah ”dijampi-jampi” oleh Ponari dan beberapa dukun tibanlainnya. ”Harus ada tim yang melakukan penelitian. Hasil penelitian itu disampaikan apa adanya,apakah air itu bisa menyembuhkan atau tidak.
Nanti terserah masyarakat yang menilai. Kami juga khawatir jika masyarakat sudah mulai mendekati hal-hal yang syirik dengan pengobatan seperti ini,”kata Gus Sholah,panggilan akrab KH Salahuddin Wahid, saat ditemui di Ponpes Tebuireng sore kemarin. Dia juga mengaku tak berhak melarang, apalagi menutup lokasi pengobatan itu.Pasalnya, masyarakat juga memiliki hak untuk mencari kesembuhan atas penyakit yang diderita.Hanya, kata dia,masyarakat harus berhati-hati jika langkah mereka itu justru bertentangan dengan ajaran yang dianut.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) Hasyim Muzadi justru menilai jika fenomena membeludaknya pasien Ponari ini sebagai cermin bahwa layanan kesehatan yang diberikan pemerintah selama ini masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Karena itu,mereka lebih memilih model pengobatan nonformal seperti ”produk”Ponari itu. ”Saya tidak bisa bilang jika pemerintah gagal. Namun, pemenuhan kesehatan itu yang masih belum berimbang.
Masyarakat yang demikian itu karena tak punya biaya,” kata Hasyim Muzadi usai menghadiri wisuda sarjana dan pascasarjana di Universitas Darul Ulum (Undar), Jombang,siang kemarin. Dia mengakui NU tak bisa melakukanimbauanpenutupan di lokasi pengobatan supranatural itu. Hanya, kata dia, harus ada pengaturan agar pengobatan itu tak menimbulkan syirik dan memberikan jaminan keamanan bagi para pasiennya.
”Masyarakat punya hak untuk berobat.NU tak bisa melarang,”katanya. Sementara itu, praktik di lokasi Ponari kemarin diwarnai keributan beberapa saat. Ratusan calon pasien mendatangi rumah Kepala Desa Balongsari Nila Retno.Mereka menuntut Kades untuk membuka kembali loket pembelian kupon yang ditutup secara darurat oleh panitia. Namun, calon pasien itu harus menelan kekecewaan lantaran orang nomor satu di desa tersebut tak berada di rumahnya.
Mukhlison, salah satu panitia, mengungkapkan bahwa penutupan loket secara darurat lantaran ada keributan saat ribuan calon pasien antre membeli kupon di kantor balai desa setempat. (sindo)
Silahkan posting komentar Anda