Kondisi semburan lumpur Lapindo semakin mengkhawatirkan. Luberan dari tanggul pusat semburan yang jebol sehari sebelumnya kemarin memakan korban. Sebuah parbrik tiang pancang, PT Pasific Prestress Indonesia (PPI), tenggelam oleh luapan air bercampur lumpur.
Lokasi pabrik seluas tiga hektare itu mulai terendam sekitar pukul 04.00. Saat itu lumpur mulai melewati tanggul pembatas kolam Jatirejo dan bangunan pabrik. Alirannya cukup deras, sehingga dalam hitungan jam seluruh bangunan telah tenggelam.
Posisi pabrik PPI memang lebih rendah dibanding tanggul utama. Yaitu, sekitar 2 meter di bawahnya.
Beruntung, evakuasi mulai dilakukan Senin (9/3) malam. Begitu ada tanda-tanda air di tanggul terus naik, pihak pabrik mulai mengevakuasi barang-barang berharga miliknya. Terutama, berkas administrasi perusahaan dan alat-alat berat untuk produksi. Untuk sementara, alat-alat berat diungsikan di dekat tanggul terluar. Yaitu, di belakang pos pantau Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
Plan Manager PPI Karsono mengaku sudah ada rencana pindah. Namun, dia belum menemukan tempat yang baik. Sebab, usaha yang dilakukan PPI membutuhkan lahan luas. Selain itu, akses harus bisa dilalui truk kontainer besar. "Kami masih mencarinya," ujarnya.
Karsono menjelaskan, 90 persen berkas perusahaan terselamatkan. Namun, hasil produksi masih berada di dalam lahan pabrik dan kini terendam. "Kalau sudah ditanggulangi, hasil produksi itu bisa kami ambil kembali," ucapnya.
Pabrik tersebut pernah terendam. Namun, bisa difungsikan kembali dengan cara menyedot air dan lumpur dengan pompa.
Sementara itu, Vice President PT Lapindo Brantas Inc Yuniwati Teryana mengatakan, Perpres No 14 Tahun 2007 tidak mengatur secara spesifik terhadap perusahaan. Dalam perpres tidak disebutkan agar Lapindo Brantas Inc membayar perusahaan di dalam peta terdampak. "Tapi, selama ini melalui PT Minarak, Lapindo tetap membantu mereka," katanya.
Penyelesaian itu dilakukan dengan skema bussines to bussines. Namun, lanjut dia, hingga saat ini belum ada kesepakatan antara Lapindo Brantas Inc dan PPI.
Secara terpisah, Humas BPLS Achmad Zulkarnain mengaku belum ada langkah penanganan tanggul yang jebol. Hingga kemarin lumpur masih terus mengalir. Jika dibiarkan, lumpur akan menggenangi kolam terluar. "Padahal, kolam terluar berbatasan langsung dengan Jalan Raya Porong," ujarnya.
Karena Raya Porong merupakan akses utama penghubung Sidoarjo-Pasuruan dan Malang, upaya penyelamatan akan dilakukan seoptimal mungkin.
Bernoulli Dibahas di ITS
Sementara itu, diskusi tentang upaya penutupan semburan lumpur dengan menerapkan hukum Bernoulli kemarin (10/3) dihelat di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Hadir pada diskusi tersebut, antara lain, CEO Jawa Pos Dahlan Iskan, peneliti dari ITS Djaja Laksana, konsultan engineering Prof Yozef Tupamahu, Deputi Operasional BPLS Sofian Hadi, Rektor ITS Prof Priyo Suprobo, Tim LPPM Prof Nyoman Sutantra, dan beberapa pakar dari berbagai disiplin ilmu.
Dalam diskusi tersebut, dipaparkan metode penutupan lumpur dengan hukum Bernoulli. Yakni, memanfaatkan tekanan gravitasi untuk menahan semburan lumpur. Seperti yang sering diungkapkan di media, teori itu diterapkan dengan membuat tanggul di sekeliling semburan.
Tanggul tersebut dibuat dengan memancangkan pipa melingkar di sekeliling pusat semburan. Dengan cara itu, air yang tertampung di permukaan akan kembali turun melalui pipa. Lalu, lumpur yang tertinggal bakal mengendap. Dengan mengandalkan gaya gravitasi, lumpur akan menekan dan menutup pusat semburan.
Berdasar pemaparan itu, muncul perdebatan. Salah satunya saat Dahlan mempertanyakan seberapa besar tekanan dari pusat semburan. Menurut Dahlan, untuk menerapkan hukum Bernoulli, harus diketahui besarnya tekanan dari dalam. Selain itu, harus bisa diperkirakan tinggi tanggul yang bakal dibangun. "Nah, siapa yang tahu ukuran tekanan lumpur tersebut?" tanya Dahlan.
Pertanyaan itu ditanggapi Yozef. Dia mengatakan, untuk mengetahui tekanan, diperlukan mengetahui kedalaman semburan tersebut. Sementara itu, pihak yang mengetahui kedalaman tersebut adalah Lapindo Brantas Inc. "Sebab, mereka yang mengebor," ucapnya.
Pernyataan itu dibantah Djaja. Dia mengatakan tidak perlu mengetahui kedalaman. Melainkan, hanya diperlukan mengetahui tekanan di atas permukaan. Dia menyebut, saat ini tekanan semburan mencapai 10 PSI (pound per square inch). Akhirnya disepakati, kedalaman semburan mencapai 9.000 feet atau sesuai dengan kedalaman pengeboran Lapindo Brantas Inc.
Sementara itu, dari Jakarta dilaporkan, penyelidikan dugaan pelanggaran berat HAM dalam kasus semburan lumpur Lapindo mulai dikonkretkan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menunjuk lima orang komisionernya untuk memimpin tim ad hoc projustisia guna menyelidiki semburan lumpur.(jwpos)
Silahkan posting komentar Anda