DPD I Partai Golkar Sulsel membentuk Tim 7 yang akan bertugas menyeleksi nama-nama calon ketua DPRD di seluruh kabupaten dan kota di Sulsel.
Anggota Tim 7 tersebut yakni Pangerang Rahim (ketua),La Kama Wiyaka (sekretaris), Moh Roem, Ambas Syam, Madjid Tahir, Barlianti Hasan,dan Syahrir Cakkari. Seperti diketahui, Partai Golkar menyapu bersih seluruh kursi ketua DPRD di Sulsel,termasuk di Kabupaten Sinjai.
Di Sinjai, Golkar memang kalah perolehan kursi oleh Partai Republikan,namun tetap berhak atas kursi ketua karena unggul perolehan suara. Golkar otomatis mendapat jatah kursi ketua DPRD menyusul disahkannya Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD. UU tersebut mengamanatkan kursi ketua diberikan kepada partai yang mendapat suara tertinggi.
Sekretaris DPD I Partai Golkar Sulsel Arfandy Idris mengatakan, Tim 7 bertugas menyeleksi namanama kader Golkar yang dinilai terbaik dan layak memimpin DPRD.Nama-nama yang diseleksi itu diusulkan oleh setiap DPD II Golkar.DPD II diminta mengirimkan masing-masing dua nama calon ketua. Sekadar diketahui,penentuan jabatan ketua DPRD ditentukan oleh DPD I partai Golkar.
Arfandy mengatakan, hal itu sesuai mekanisme yang berlaku di partai berlambang pohon beringin itu. Dia menjelaskan, DPD I sangat selektif dalam memilih ketua DPRD di daerah. Alasannya, Golkar ke depan akan mengubah strategi dan pendekatan politiknya karena tidak lagi menjadi mayoritas besar di parlemen. Kendati masih dominan, namun Golkar menjadi mayorotas kecil saja.
”Suasana kebatinan dulu dengan sekarang berbeda. Saat menjadi mayoritas besar, Golkar langsung menunjuk ketua DPD II sebagai ketua DPRD.Sekarang tidak lagi,”jelas dia. Kriteria calon ketua DPRD itu,ujar Arfandy adalah dia harus mampu diterima oleh seluruh anggota DPRD, bukan hanya anggota dari Golkar.
Arfandy mengaku, hingga kemarin sudah ada tiga daerah yang mengusulkan nama-nama calon, yakni Luwu,Bulukumba,dan Bantaeng. Hanya saja, usulan Bantaeng dikembalikan karena hanya satu nama, padahal Tim 7 butuh dua nama. Seperti diberitakan, Golkar juga berhasil merebut kursi ketua DPRD Sulsel. Golkar secara aklamasi telah menunjuk Moh Roem sebagai ketua DPRD Sulsel periode 2009-2014, Senin (3/8).
Roem saat ini masih menjabat ketua DPRD Sulsel. Kendati demikian, DPD I Golkar Sulsel tetap mengirimkan dua nama ke DPP Golkar untuk dipertimbangkan. Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel Ilham Arief Sirajuddin yang ditemui seusai rapat internal Golkar di Sekretariat DPD I Golkar, Senin (3/8) malam, mengatakan, selain Roem, nama yang dikirim ke pusat adalah kader muda Golkar A Yagkin Padjalangi. ”Kami kirim dua nama. Kendati sebetulnya teman-teman sudah sepakat menunjuk Pak Roem sebagai ketua,”jelas Ilham.
Golkar Minta Mendagri Tunda Terbitkan SK Pelantikan
Perjuangan kader Partai Golkar Sulsel Arfandy Idris untuk mendapatkan kursi di DPRD Sulsel belum berhenti. Menyusul sikap KPU yang tidak mengubah posisi kursi di DPRD,Partai Golkar Sulsel segera menyurati Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Sulsel meminta agar anggota DPRD Sulsel yang masih bermasalah akibat adanya putusan Mahkamah Agung (MA) agar ditunda pelantikannya.
”Kami minta Mendagri dan gubernur menunda menerbitkan SK anggota yang bermasalah akibat adanya putusan MA itu,”jelas dia kemarin. Arfandy menambahkan, dirinya tidak berniat menghalangi pelantikan yang dijadwalkan digelar pada 17 September mendatang. Dia hanya meminta nama-nama yang bermasalah ditunda dilantik.
Sebab, apabila dilantik dalam keadaan bermasalah, maka risikonya lebih besar ketika itu ternyata cacat hukum. ”Pihak yang menerbitkan SK juga bisa bermasalah dengan hukum karena mengeluarkan SK pelantikan kepada orang tang bermasalah,”jelas dia. Terkait penundaan pelantikan, Arfandy mengatakan itu hal yang umum dilakukan. Pada pelantikan anggota DPRD 2004 lalu, ada sembilan anggota bermasalah yang ditunda dilantik.
Arfandy menambahkan, kebijakan KPU pusat yang tidak menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) hanya akal-akalan saja. Dia menilai, KPU hanya menyiasati tenggang waktu 90 hari untuk menjalankan putusan MA itu. Seharusnya KPU langsung menjalankan putusan itu begitu MA memerintahkan pasal pada SK KPU Nomor 15/2009 diubah.
Dia juga membantah alasan putusan MA itu tidak retroaktif atau berlaku surut. Menurut dia, perdebatan mengenai apakah putusan MA itu bisa berlaku surut atau tidak, bukan pada konteksnya. ”Putusan MA itu bukan aturan undang-undang yang mengenal istilah berlaku surut.Yang dikeluarkan MA itu adalah keputusan, sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu,” jelas anggota DPRD Sulsel ini.
Terpisah, anggota DPRD Sulsel terpilih dari PDK A Heri Suhari Attas mendesak pemerintah melakukan pelantikan dan tidak lagi merencanakan menundanunda jadwalnya. ”Kami minta pelantikan sesuai jadwal pada 17 September itu. Jangan ada lagi niat menunda,”jelasnya. Heri termasuk caleg yang dianggap terancam karena suaranya paling rendah di daerah pemilihannya.
Namun, dia membantah asumsi bahwa hanya caleg urutan buncit yang terancam oleh putusan MA.Menurut dia,seandainya KPU menjalankan putusan MA,maka 40 kursi di DPRD bakal tak bertuan. Hanya 35 kursi yang ada pemiliknya, yakni 18 kursi milik Golkar, 10 kursi milik Demokrat dan 7 kursi milik PAN.
Sementara partai lain tidak kebagian kursi karena tidak satupun yang memenuhi bilangan pembagi pemilih (BPP). Anggota KPU Sulsel Ziaur Rahman yang dikonfirmasi pasca keluarnya sikap KPU yang tidak mengubah poisis kursi DPRD mengatakan, pihaknya segera mengirimkan nama 75 anggota DPRD Sulsel terpilih ke gubernur Sulsel untuk selanjutnya diteruskan ke Mendagri. Selanjutnya Mendagri akan membuat SK pelantikan. (sindo)
Silahkan posting komentar Anda