Departemen Dalam Negeri (Depdagri) akan melakukan evaluasi kinerja terhadap 184 kabupaten dan provinsi pemekaran diseluruh Indonesia. Pasalnya, pemekaran wilayah dinilai tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Evaluasi ini dikhususkan bagi daerah yang telah empat tahun terakhir tercatat sebagai wilayah pemekaran.Opsi utama yang ditawarkan bagi daerah yang dianggap tidak berhasil menjalankan pembangunan dan pemerintahan yakni penggabungan kembali dengan wilayah induk. Menteri Dalam Negeri (Medagri) Mardiyanto mengatakan sangat prihatin dengan kondisi daerah pemekaran.Pembagian yang wilayah diharapkan mampu mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat malah terjadi sebaliknya.
Daerah pemekaran harus pontang- panting mencari dana untuk pembangunan infrastruktur perkantoran. Sementara,peningkatan kesejahteraan rakyat cenderung stagnan bahkan menurun. Hal tersebut bahkan bisa berlangsung lebih dari lima tahun. ”Saya sangat prihatin dengan sejumlah daerah pemekaran yang tidak mampu berkembang dengan baik. Yang menikmati hanya elit saja sementara kesejahteraan masyarakat terabaikan.
Olehnya, Depdagri akan melakukan evaluasi pada 184 daerah pemekaran,” jelas Mardiyanto kepada SI seusai membuka Seminar Regional Wilayah Timur kemarin. Menurutnya, berdasarkan peraturan pemerintah nomor 6 tahun 2008 tentang pedoman evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, telah diatur bahwa daerah yang tidak mampu berkembang, statusnya harus dikembalikan seperti sediakala. Pasalnya, jika dilanjutkan dikhawatirkan akan merugikan daerah tersebut.
”Harus ada keberanian untuk mengembalikan status daerah pemekaran yang tidak berkembang seperti semula. Tapi tentu saja dengan mengedepankan indikator utama yakni kesejahteraan masyarakat,”ujarnya. Sekadar diketahui, sejak awal reformasi hingga 2009,pertambahan daerah otonomi di Indonesia sudah mencapai 205 wilayah. Terdiri atas tujuh provinsi, 165 kabupaten, dan 33 buah kota. Hasilnya, total daerah otonom mencapai 524 daerah.”Tapi pintu pemekaran wilayah tidak boleh ditutup sepanjang itu memenuhi syarat terutama untuk mendekatkan pelayanan masyarakat,”tukasnya.
Mardiyanto mengatakan, kecenderungan usulan pemekaran diajukan karena garis komunikasi pemerintahan di daerah sangat sulit.Hal tersebut tergambar dimana, keinginan pemekaran di Pulau Jawa cenderung tidak timbul dibanding di Kawasan Timur Indonesia. Animo untuk pemekaran wilayah di Jawa rendah sebab komunikasi lancar dan ditunjang dengan sumber daya manusia untuk mengelola kekayaan daerah cukup besar. ”Garis komunikasi di KTI sangat sulit.
Hasilnya,daerah berlomba-lomba untuk mengusulkan pemekaran. Terutama kabupaten dimana pembentukan kecamatan terus digenjot untuk memenuhi persyaratan jumlah kecamatan,”tandasnya. Oleh karena itu, tambahnya, dibutuhkan penataan daerah sebagai suatu sistem yang harus dijaga keseimbangan jumlah wilayah yang ada. Pemekaran daerah yang selama ini sangat dominan, harus diposisikan pada perspektif yang tepat.
Penilaian persyaratan harus dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga terbentuk daerah otonom yang tidak menjadi beban pemerintah tapi memang lolos uji sebagai daerah otonomi. ”Hasil evaluasi akan diumumkan paling lambat akhir 2009,”tambahnya. Sementara itu, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengatakan, kecenderungan pemekaran wilayah saat ini hanya fokus pada kondisi emosional semata.
Persyaratan pendirian sebuah daerah otonomi dikesampingkan dan langsung mendirikan sebuah kota. Sementara, pemekaran tersebut tidak mengikuti kemauan masyarakat daerah yang bersangkutan. Melainkan tergantung pada kepentingan elit politik semata. ”Tidak boleh ada penutupan peluang pemekaran.Tetapi harus ada evaluasi atas daerah-daerah yang dimekarkan,”tambahnya. (sindo)
Silahkan posting komentar Anda