Malaysia tidak hanya menjadi negara yang ditakutkan akan mengklaim banyak budaya Indonesia,tapi kini sudah menjadi salah satu negara yang menjadi ancaman besar bagi Indonesia dalam hal peredaran narkoba. Ancaman ini paling tidak terlihat dari seluruh kasus peredaran narkoba yang diusahakan masuk ke Sumatera Utara (Sumut) pada 2008-2009, semuanya berasal dari Malaysia.
“Malaysia juga menjadi ancaman bagi kita.Mereka menyuruh WNI (warga negara Indonesia) untuk menyeludupkan narkotika,” ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan Anwar Suprijadi di Belawan, Medan, kemarin. Berdasarkan data Kantor Wilayah Bea dan Cukai Sumut, pada 2008, terdapat lima kasus pengiriman narkoba ke Sumut, di mana seluruhnya berasal dari Malaysia.
Pada 2009,meningkat menjadi 15 kasus. Barang terlarang ini masuk melalui Bandara Polonia Medan (4 kasus), Pelabuhan Belawan (2 kasus). Selanjutnya, Pelabuhan Tanjung Tiram di Kabupaten Tanjungbalai (2 kasus) dan Pelabuhan Teluk Nibung di Kabupaten Batubara (12 kasus). Seluruh kasus ini melibatkan 21 WNI yang berperan sebagai kurir dan kini sedang menjalani proses hukum di negara sendiri.
Jumlah narkoba yang diseludupkan ke Indonesia dalam selama 2008-2009, yakni heroin seberat 3,3 kilogram, sabu-sabu 7,9 kilogram dan pil ekstasi sebanyak 37.000 butir. Anwar menyadari dan mengakui, masalah masuknya narkoba dari Malaysia ke Indonesia merupakan masalah serius. Jauh sebelum Indonesia mempermasalahkan pengklaiman budaya bangsa oleh Malaysia, Bea dan Cukai sudah lama “berhadapan” dengan negara tetangga ini.
Walau tidak bisa memastikan apakah hal ini sebagai upaya sistematis untuk melemahkan Indonesia, namun menurut Anwar, sejak lama Malaysia memang sudah menjadi salah satu negara yang diwaspadai terkait penyeludupan. Selain Malaysia, negara yang juga diwaspadai adalah Singapura dan Hong Kong. Dia menduga, masuknya narkoba ke Indonesia lebih disebabkan ketidaksukaan negara lain jika kondisi ekonomi Indonesia semakin baik.
“Banyak negara yang tidak suka dengan Indonesia. Ini permasalahan serius,” tegasnya. Dia mengaku heran dengan banyaknya narkoba yang lolos dari pelabuhan dan bandara di Malaysia ke Indonesia. Seharusnya jika pemerintah Malaysia mempunyai perhatian, narkoba sudah bisa dicegah masuk ke Indonesia.
Artinya, petugas pelabuhan dan bandara di Malaysia sudah terlebih dahulu menangkap kurir. “Di sana, hukumannya lebih berat. Kami tidak akan biar kan hal ini,” tukasnya pula. Untuk pencegahan penyeludupan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai sebenarnya sudah memiliki kesepakatan dan kerja sama dengan Bea dan Cukai Malaysia. Namun kerja sama yang dibina selama ini hanya sebatas pada patroli perbatasan.
Oleh karena itu, Ditjen Bea dan Cukai saat ini sudah mengerahkan sekitar 300 personel yang siap berpatroli di perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Dalam waktu dekat, Bea dan Cukai juga akan menambah tiga kapal patroli. “Kami harap, semua elemen bangsa bersatu padu untuk menjaga kedaulatan negara,” katanya.
Menurut Direktur Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea dan Cukai Thomas Sugijata, berdasarkan analisis Bea dan Cukai bersama lembaga terkait lainnya, maraknya peredaran narkoba dari Malaysia disebabkan gencarnya pemberantasan narkoba di Indonesia. Apalagi, kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) gencar membongkar pabrik atau laboratorium pembuatan narkoba di sejumlah kota.
Kondisi ini berdasarkan analisis Bea dan Cukai bersama lembaga lain seperti BNN dan kepolisian, mengakibatkan terbatasnya produksi narkoba dalam negeri. “Jadi, sumbernya berpindah dari negara tetangga,” kata Thomas. Thomas berharap, terungkapnya fakta-fakta peredaran narkoba dari Malaysia bisa membuka mata dan perhatian masyarakat Indonesia.Ke depan,dia mengimbau agar tidak ada WNI yang bersedia dijadikan kurir narkoba dari Malaysia ke Indonesia.
“Sebab, membawa narkoba ini konsekuensinya berat. Hukumannya berat,” katanya. Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Sumut Ahmad Riadi mengatakan, masuknya narkoba ke Sumut memang menjadi kekhasan tersendiri bagi wilayah ini. Walau demikian, sejumlah bandara dan pelabuhan di daerah lain seperti Bandara Soekarno- Hatta, Bandara Ngurah Rai, Pelabuhan di Dumai, Batam dan Surabaya juga menjadi kawasan rawan masuknya narkoba dan penyeludupan barang terlarang lainnya.
Ahmad juga mengungkapkan adanya pintu baru masuknya narkoba melalui Pelabuhan Tanjung Tiram. Selama ini, pelabuhan kecil ini jarang dijadikan pintu masuk narkoba. Namun, selama Juli 2009, petugas Bea dan Cukai dua kali berhasil mencegah masuknya narkoba melalui pelabuhan ini dan menangkap pelaku. Dia menduga,bandar narkoba mulai menggunakan jalur ini karena pelayaran yang relatif sepi dan tidak ada alat pemindai atau x-ray.
Tetapi, di pelabuhan itu Bea dan Cukai sudah menyiapkan petugas dan intelijen. “Ini pola baru,” ujarnya. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Teluk Nibung Eko Darmanto menambahkan, modus penyeludupan narkoba melalui pelabuhan pada dasarnya masih menggunakan modus yang sama seperti daerah lain.
Kurir biasanya menyimpan narkoba dalam koper dan barang bawaan yang telah dijahit sedemikian rupa sehingga tidak terpantau alat pemindai. Selain itu, kurir juga tidak jarang menyimpan narkoba di badan dengan menyelipkan di pakaian dalam. “Modus ini akan selalu kita analisis karena akan terus berputar,” ujarnya.
Puluha Ribu Miras Ilegal Disita
Pada kesempatan itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan Anwar Supriyadi juga meninjau hasil tangkapan minuman keras (miras) ilegal sebanyak 14.388 botol dari berbagai merek seperti, Chivas Regal, Red Label, Baracadi, Amensson dan sebagainya.
Barang ilegal itu merupakan hasil pemeriksaan petugas Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan saat tiba di Pelabuhan Belawan pada 27 Agsustus lalu. Untuk mengelabui petugas, bagian belakang kontainer yang mengangkut miras itu diisi dengan barang-barang plastik.
Pada Februari 2009, petugas Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan berhasil mencegah masuknya barang yang sama sebanyak 16.068 botol yang terdiri dari berbagai merek dalam satu kontainer. Dalam kasus ini, importir memberitahu barang itu sebagai 80 drum/16.000 liter bahan kimia 2,4-D Dimethyl Amine 720 G/L WSC.
Dari hasil pemeriksaan diketahui, importir menyalahgunakan fasilitas jalur hijau yang biasa digunakan perusahaan tersebut. Saat ini, kedua kasus tersebut masih dalam proses administrasi sebelum dimusnahkan. ( sindo)
Silahkan posting komentar Anda