Setelah mendekati Partai Golkar, kini giliran Partai Keadilan Sejahtera yang dijajaki Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Hal itu terlihat dari hadirnya Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufik Kiemas dalam acara PKS, Selasa (26/8). Taufik mengaku siap berkoalisi dengan PKS asal partai itu mengusung faham yang sama soal kebangsaan.
Sebelumnya, koalisi partai nasionalis muncul dalam acara Silaturahmi Nasional Partai Golkar kemarin. Dalam acara itu muncul gagasan menyatukan partai nasionalis dalam sebuah front bersama. Namun, pengamat politik Eep Saefullah Fatah melihat ini hanya manuver salah satu faksi di tubuh Partai Golkar [baca: Partai Golkar dan PDIP Bentuk Koalisi].
Lain halnya dengan PKS. Partai yang berbasis Islam ini mengaku tidak gentar dengan rencana koalisi kedua partai besar tersebut. PKS menilai, koalisi berdasarkan basis ideologi kini sudah tidak relevan lagi.(ADO/Tim Liputan 6 SCTV)
PKS Dekati PDIP, Gagasi Koalisi Merah Putih
Jakarta, (SIB)
PKS yang dalam Pilpres 2004 berdiri di belakang Partai Demokrat pendukung SBY, kini memberikan sinyal merapat ke PDIP yang sudah pasti mencalonkan Megawati dalam Pilpres 2009 nanti.
Jika koalisi PKS dan PDIP benar-benar terjadi, pertarungan Mega dan SBY diduga bakal makin sengit.
“Sebetulnya koalisi yang mendukung SBY sudah berantakan dari kemarin-kemarin. Tahun-tahun menjelang Pilpres 2009 ini makin terlihat,” kata Guru Besar Ilmu Politik UI Prof Maswadi Rauf saat dihubungi detikcom, Jumat (1/2).
Pendekatan yang dilakukan PKS ke tokoh-tokoh PDIP dinilai positif untuk membentuk koalisi yang tangguh. Tidak peduli apakah PKS merupakan partai Islam garis keras, sedangkan PDIP dikenal sebagai parpol yang beraliran nasionalis.
“Dalam hal koalisi tidak ada perbedaannya, karena idelologinya sama. Kalau PKS ingin bergabung dengan PDIP, itu bagus. Karena kita ingin pemilu setidaknya diikuti dua parpol hasil koalisi yang sama-sama kuat, sehingga pemilu bisa digelar satu putaran saja,” tutur Maswadi.
Dia yakin meski berbeda aliran, PKS dan PDIP akan sama-sama menangguk keuntungan. Sebab koalisi ini akan ditindaklanjuti dengan pemilihan presiden. Namun, imbuh Maswadi, sebaiknya koliasi tidak hanya sebatas PDIP dan PKS saja. PDIP harus merangkul partai lain sehingga koalisi yang dibentuk semakin tangguh.
“Jadi semakin kuat koalisi semakin besar kemungkinannya menang dalam pilpres. Kalau partai berkoalisi mendukung satu capres tentu kan makin solid,” ujarnya.
Koalisi 2 parpol, imbuhnya, belum begitu kuat mengingat di Indonesia ada 6 parpol yang cukup besar. Sedikitnya koalisi harus melibatkan tiga parpol. “Kalau PKS dan PDIP, kekuatannya baru 1/3 saja,” katanya.
Meski sinyal PKS merapat ke PDIP tampak jelas menjelang Mukernas PKS di Bali, Maswadi belum berani berspekulasi banyak soal kekuatan koalisi kedua parpol ini.
“Proses pembentukan koalisinya kan masih dicari, masih cair. Masih sulit melihatnya, kita harus lihat perkembangan-perkembangan selanjutnya. Kan ada PAN yang juga mengusung Sultan Hamengkubuwono X. Kita lihat nanti, saya rasa tahun ini akan mengkristal,” katanya.
Dekati PDIP, PKS Gagas Koalisi Merah Putih
Kombinasi antara kalangan relijius dengan nasionalis dipandang potensial menangguk kemenangan dalam Pemilu 2009. PKS pun menggagas Koalisi Merah Putih dengan kalangan PDIP.
“Mungkin saja kita bisa menjalin Koalisi Merah Putih,” ujar Ketua Majelis Syuro DPP PKS Hidayat Nurwahid saat mengunjungi Puri Satria di Denpasar, Bali, Kamis (31/1).
Puri Satria merupakan kediaman walikota Denpasar Anak Agung Puspa Yoga yang berasal dari PDIP. Dalam kunjungan keduanya itu, Hidayat didampingi Ketua Majelis Syuro PKS Hilmy Aminuddin dan Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman.
Menurut Hidayat, kunjungannya adalah salah satu bentuk izin bertamu. Hal itu, lanjut dia, karena PKS sedang menyelenggarakan hajatan besar Mukernas yang berlangsung pada 1-3 Februari 2008 di Hotel Grand Bali Beach, Sanur, Bali.
Selain mengunjungi Puri Satria, Hidayat dan rombongannya juga mengunjungi Puri Kesiman dan Pura Pemecutan. “Istilahnya kami kulonuwun,” imbuh Hidayat.
PDIP Pikir-pikir Soal Ajakan PKS Berkoalisi Merah Putih
Gagasan PKS untuk berkoalisi Merah Putih dengan PDIP memunculkan kembali wacana bergandengnya kalangan relijius dengan nasionalis. PDIP pun mempertimbangkan segala kemungkinan.
“Itu soal nanti, kan kita lihat dulu, bagaimana prospeknya, strateginya. Karena menjelang pemilu, setiap partai punya strategi masing-masing,” kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDIP Tjahjo Kumolo kepada detikcom, Jumat (1/2).
Mungkinkah PDIP bergandeng tangan dengan PKS?
“Ya tergantung, bagaimana komitmennya, visi misinya, asas partainya. Saya kira kekuasaan harus dibagi, tidak ada kekuasaan yang mutlak begitu saja. Tapi untuk membangun koalisi itu perlu waktu,” urai Tjahjo.
Dia menjelaskan, semua partai memiliki peluang yang sama untuk menggandeng PDIP dalam Pemilu 2009. Dia pun memandang sah-sah saja jika PKS mendekati PDIP.
“Namanya kan komunikasi sesama parpol. Jangan pikirannya langsung ke arah koalisi. Kalau membangun persepsi kan boleh-boleh saja,” ujarnya.
Dia pun mencontohkan komunikasi antar parpol yang dilakukan Golkar dengan PDIP. Hal itu dinilainya masih sebatas dalam tahap silaturahmi yang juga dilakukan dengan partai lainnya.
“Semua partai kita intens kok, menyamakan persepsi, PDIP maunya ini, mau apa nggak,” ungkap Tjahjo.
Si Moncong Putih Bisa Dilamar Setelah Pemilu Legislatif
Banteng moncong putih pimpinan Megawati Soekarnoputri didekati PKS dengan gagasan Koalisi Merah Putih. Jika PKS benar-benar ingin melamar PDIP, hari baiknya adalah seusai Pemilu Legislatif 2009.
“Kita juga harus lihat hasil pemilu. Nanti setelah pemilu legislatif. Nggak bisa sekarang, karena kita masih sama-sama bersaing,” kata Tjahjo Kumolo.
Menurut dia, jika benar ada pendekatan PKS pada kader PDIP, hal itu dinilai sebagai silaturahmi politik biasa. Kalangan PDIP pun menyambut positif hal itu.
“Kalau bangun komunikasi untuk mempertegas asas Pancasila, mempertahankan NKRI, ya mari,” ujarnya.
Tjahjo menjelaskan, hingga saat ini belum ada pembicaraan serius antara kedua petinggi parpol itu terkait gagasan Koalisi Merah Putih. Gagasan itu dicetuskan Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nurwahid di Denpasar, Bali.
“Belum sampai ke arah sana. Saya memang ketemu dia (Hidayat) sebagai Ketua MPR. Dia juga memberi ceramah saat Rakernas PDIP, dan acara di Bali dia juga mengundang PDIP. Tapi belum ada itu bahas-bahas koalisi,” katanya.
PD No Problem PKS Gagas Koalisi Merah Putih
Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nurwahid mengemukakan wacana Koalisi Merah Putih dengan PDIP. Partai Demokrat (PD) selaku parpol yang bersama-sama PKS mendukung pemerintahan SBY-JK ini mengaku tidak masalah alias no problem.
Wajar PKS Tinggalkan Demokrat
Dalam politik ada istilah tidak ada pertemanan yang abadi. Maka wajar saja, jika PKS mencoba merapatkan diri ke PDIP menjelang Pilpres 2009 dan meninggalkan Partai Demokrat.
Pada Pilpres 2004, PKS berdiri di belakang Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai Presiden.
“Istilah itu sudah terkenal dalam politik, tidak ada pertemanan yang abadi. Semuanya sangat ditentukan situasi politik atau momen-momen politik. Maka mendekati Pemilu 2009, semua parpol melakukan reposisi,” tutur pengamat politik dan kebijakan publik Andrinov Chaniago kepada detikcom, Jumat (1/2).
Masalahnya kini bukan lagi menjaga dan memanfaatkan pertemanan, lewat hubungan koalisi, parpol-parpol berpikir bagaimana caranya mendapat dukungan massa yang besar.
“Jadi semua parpol pasti akan melakukan reposisi, seperti PAN, Golkar, PPP yang sudah mulai kelihatan, tidak terkecuali PKS. Itu sudah menjadi hukum dalam politik praktis, semua parpol dalam situasi yang plural seperti di Indonesia akan menampakkan perilaku seperti itu,” beber Andrinov.
Langkah PKS melakukan pendekatan ke partai besar seperti PDIP, imbuhnya, menunjukkan perkembangan baik dalam peta politik Indonesia. Sebab parpol-parpol yang bersifat ekslusif, seperti PKS, tidak cocok untuk masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk.
“PKB saja jauh-jauh hari sudah melakukan perubahan dengan menjaring kader lebih luas lagi, kini tidak hanya NU, tapi ada juga kadernya yang dari Muhammadiyah dan non muslim,” ujarnya.
Jika mempertahankan sikap ekslusivismenya, imbuh Andrinov, PKS akan ketinggalan. “Kita harus ambil hikmahnya, mungkin pikiran orang-orang PKS sudah mulai terbuka, bahwa kalau partai mau hidup di Indonesia harus tinggalkan fanatisme publik untuk saling mengerti kepentingan bersama,” katanya.
Andrinov lalu mencontohkan PDIP. Partai yang terkenal sebagai partai nasionalis itu kini mulai menjaring massa lewat Baitul Muslimin yang didirikan beberapa waktu lalu.
Sinyal yang dilancarkan PKS, kata dia, setidaknya membuka peluang untuk menjajaki meski belum tentu menghasilkan koalisi.
“Segala pintu harus dibuka, kan berisiko kalau hanya 1 atau 2 pintu saja yang dibuka. Sebab belum tentu partai yang lain konsisten. Jadi jangan sampai terjebak karena kondisinya sekarang masih cair. Pertengahan tahun baru akan kelihatan,” katanya.
Silahkan posting komentar Anda